Follow dulu sebelum baca.
Dan sedikit peringatan, "CERITA INI BELUM DI REVISI, JADI HARAP SEDIKIT MAKLUM JIKA ADA BAGIAN YANG BRANTAKAN"
.
.
"Jangan pernah sebut anak haram ini milikku." Desis Wildan dengan nada dingin dan tajam.
"Tapi sampai kapanp...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
.
.
.
Malam semakin larut dan angin pun semakin kencang. Cuaca malam ini menunjukkan akan turunnya hujan. Namun Wildan belum juga pulang. Ponsel pria itu tak dapat dihubungi membuat hati Azyla gelisah memikirkan nya. Tak biasanya Wildan seperti ini, jika ada hal mendadak yang membuatnya harus terlambat pulang, maka ia akan menghubungi Azyla untuk memberitahu.
Tapi tidak dengan malam ini. Terakhir kali mereka bertemu adalah tadi sore saat di kantor pria itu. Azyla melihat Wildan pergi bersama sekretaris entah kemana. Mungkin mereka pergi untuk urusan pekerjaan diluar kantor. Begitu pikir Azyla. Azyla pun tak begitu menghiraukan kepergian suaminya tadi, ia lekas pulang untuk menyiapkan makan malam suaminya. Namun hingga jarum jam menunjukkan angka sebelas pun Wildan belum juga pulang.
Azyla menatap sedih pada makanan yang masih tersaji diatas meja makan. Tanpa tersentuh sedikit pun. Wanita itu menunggu suaminya untuk makan bersama, tapi yang di tunggu tak kunjung tiba. Azyla menghela nafas beratnya untuk kesekian kali. Entah sudah berapa kali ia mondar - mandir didepan meja makan seperti ini sambil menunggu suaminya pulang.
Karna sangat bosan, akhirnya Azyla pindah ke sofa didepan TV. Ia memutuskan untuk menunggu Wildan disana. Azyla duduk dengan gelisah, tangannya tak berhenti untuk saling meremas, pikirannya sudah menunju kearah negatif. Ia takut suatu hal terjadi pada suaminya.
'Cekleekk'
Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Azyla tentang Wildan. Azyla dapat bernafas lega karena yang muncul dari balik pintu besar itu adalah Wildan.
"Akhirnya kau pulang." Azyla lekas berlari memeluk tubuh kekar Wildan.
"Kau merindukanku?"
"Aku mengkhawatirkan mu. Kau tidak pulang hingga selarut ini tanpa memberi kabar, dan itu jelas membuatku khawatir."
"Maafkan aku, sayang. Ponsel ku mati, lalu saat menuju jalan pulang, aku terjebak macet yang panjang. Maaf karena membuatmu khawatir."
"Sudahlah tak apa. Kau sudah makan? ingin mandi?"
"Aku ingin mandi air hangat lalu makan setelahnya. Apa istriku ini sudah makan?"
"Aku menunggu mu untuk makan. Baiklah, aku akan menyiapkan air hangat untukmu lalu menghangatkan makanan untuk kita."
"Terima kasih sayang." Wildan mengecup bibir Azyla sebelum wanita itu bergegas menuju kamar mereka.
Sepeninggalan Azyla, senyuman Wildan luntur lalu digantikan dengan raut wajah bersalah. Ia merasa bersalah karena telah membuat istrinya menunggu dengan perasaan khawatir. Ah, seharusnya Wildan tidak ceroboh dengan membiarkan ponselnya mati.
•|•
"Lain kali jika aku terlambat seperti ini lagi, makan dan tidurlah duluan. Jangan menahan kantuk mu karna menunggui ku pulang." Ujar Wildan.
"Baiklah. Tapi aku tidak suka makan lebih dulu dari suamiku. Dan aku ingin tidur dipeluk oleh suamiku. Maka dari itu aku menunggui mu pulang."
"Baiklah sayang. Salah ku yang pulang terlambat. Maaf karna membuatmu menunggu."
"Tidak apa-apa. Kau bekerja untuk ku. Aku maklumi itu."
Wildan tersenyum melihat senyuman tulus muncul di wajah Azyla. Seketika rasa bersalah itu muncul. Membuat hatinya berjanji untuk tidak mengulangi kejadian malam ini.
"Ah ya, bagaimana magangmu hari ini? Semuanya baik - baik saja bukan?"
Sudah sebulan lebih Azyla magang di kantor suaminya. Semuanya terasa baik - baik saja. Pekerjaan yang diberikan pun tidak begitu sulit, yang sulit hanyalah menahan diri untuk tidak mencakar wajah para wanita yang suka sekali berfantasi liar seraya membawa nama suaminya.
"Ya, semuanya berjalan lancar. Pekerjaan yang diberikan pun tidak terlalu sulit. Dan aku ikut kebagian bonus yang kau berikan untuk devisiku. Mereka semua sangat baik." Jawab Azyla masih dengan tersenyum.
"Bagus kalau begitu. Aku senang jika kau nyaman bersama mereka." Azyla hanya tersenyum lalu keduanya sibuk menghabiskan makanan yang ada di piring masing-masing.
•|•
Azyla menatap bingung pada suaminya yang duduk termenung diatas ranjang mereka. Tak biasanya Wildan termenung seperti itu. Wajah suaminya menunjukkan jika ia sedang memikirkan suatu masalah besar.
"Hey... Kenapa melamun? Apa sedang ada masalah?" Tangan lembut Azyla menyentuh rahang suaminya. Membuat fokus Wildan tertuju padanya.
"Tidak. Tidak ada masalah apapun. Aku hanya lelah dan mengantuk." Jawab Wildan lalu mengambil tangan Azyla dan mencium nya.
"Kalau begitu ayo tidur. Kau masih harus bekerja besok." Putus Azyla.
Wanita itu merasa jika ada suatu hal yang ditutupi oleh suaminya. Karna tak mau membuat kesal sang suami, akhirnya Azyla lebih memilih untuk mengalah dan tidak bertanya apapun.
"Aku ingin dipeluk." Azyla terkekeh mendengar permintaan Wildan yang disuarakan dengan nanda manja.
"Baiklah bayi besar ku. Aku akan memelukmu sepanjang malam ini. Kau senang?"
"Sangat. Ayo tidur."
Azyla pun memeluk Wildan sebisa mungkin. Tubuh kecil wanita itu kesulitan saat memeluk tubuh besar suaminya. Yang berakhir Wildan lah yang memeluk Azyla dengan erat.