21. Pernyataan

848 83 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

.

Pagi harinya, Charlie kembali terbangun oleh suara jam alarm yang berbunyi di meja nakas samping kasurnya. Ia mematikan alarm tersebut, melihat jam yang telah menunjukan pukul tujuh tepat.

Setelah pulang dari rumah Natasya kemarin sore, malamnya dia malah jadi sulit untuk tidur karena memikirkan apa yang akan dia lakukan setelah ini. Charlie akui, dirinya sepertinya menyukai pria itu akhir-akhir ini.

Yah, Kevin. Pria yang sudah menarik perhatiannya dari awal pertemuan mereka. Tapi, akibat kejadian kemarin dia menghancurkan segala kepercayaan Charlie.

"Huh ...." Helaan nafas berat berhasil keluar dari mulut Charlie. Ia berdiri, lalu melangkah ke kamar mandi, dan setelahnya mengganti pakaiannya.

.

Setibanya di kampus, Charlie melirik jam tangannya. Nampak, jam menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Artinya, masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum jam pertama kelasnya di mulai.

Charlie memutuskan untuk duduk sambil membaca buku di taman kampus seraya menjernihkan kepalanya.

Dia menduduki dirinya di sebuah bangku kayu panjang berwarna cokelat. Setelahnya, ia mengeluarkan sebuah buku novel dari dalam tasnya, lalu membacanya.

.

Lima menit kemudian, Charlie malah merasa bosan dan kembali menutup bukunya. Ia bersandar perlahan di punggung bangku dan termenung.

Pikirannya kembali mengingat gambaran-gambaran tentang kejadian kemarin. Ternyata, membaca buku di taman sama sekali tak membantu, pikirnya.

Tes ...

Tiba-tiba saja, pipinya basah karena setitik air. Seketika, Charlie mendongakkan kepalanya ke langit.

Hujan? Dia mengangkat tangannya ke atas, kemudian menggeleng. Tidak ada hujan. Lalu, air apa ini? batinnya bertanya-tanya.

Tes ...

Setetes air kembali membasahi pipinya. Dengan cepat, Charlie menghapusnya dan menatap sisa-sisa air itu di jarinya.

"Aku menangis?" gumamnya tersadar jika itu adalah air matanya sendiri.

Tanpa dia sadari, air matanya berjatuhan sedari tadi. Bayangan-bayangan kejadian kemarin siang, masih terngiang di kepala cokelatnya. Berulang kali dia mencoba untuk melupakannya, dan berulang kali pula ingatan itu kembali.

Bahkan, dirinya masih berusaha menganggap jika kejadian kemarin hanyalah mimpi buruk saja dan berharap agar dia cepat terbangun.

Di satu sisi hati kecilnya menganggap bahwa semua ini hanyalah hal yang tidak disengaja, tetapi di sisi lain otaknya malah berkata berbeda. Dia sendiri bingung dengan dirinya.

Prince Vampire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang