Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
.
.
.
Saat ini, seorang pria dengan rambut putih perak–alias Kevin, tengah berada di tempat yang sangat dirinya benci.
Ya, ini rumah aslinya. Sebuah istana yang gelap, menakutkan, dan memiliki hawa yang sangat mencekam. Tempat di mana para sisa-sisa kaum vampir kerajaan berkumpul.
"Ayah, mengapa kau memanggilku?" tanya Kevin kepada sang ayah yang sedang duduk di singgasananya.
"Aku hanya ingin kembali mengingatkanmu akan kewajiban dan tugas seorang Pangeran," jawab sang ayah.
"Maksudmu?!" Kevin menautkan kedua alisnya.
Nampak, ayahnya–sang Raja, berdiri dari singgasananya dan menghampiri Kevin.
"Kau telah menyelesaikan urusan manusiamu. Sekarang, tugasmu adalah kembali menjadi Pangeran bangsa vampir," jelas ayahnya.
Kevin diam, tak mengatakan apapun.
"Kenapa kau diam?"
Kevin lagi-lagi diam.
"Kevin! Apa kau masih tidak ingin melakukan tugas sebagai Pangeran?!" pekik sang ayah.
"Ya," jawab Kevin singkat. "Aku sudah mengatakannya padamu, bahwa aku tak tertarik sama sekali untuk melakukan semua hal itu."
"Kau benar-benar berani rupanya!" Amarah sang Raja berhasil meluap-luap keluar. "PENGAWAL!"
"Ya, Yang Mulia!" Dua orang pengawal berjubah hitam, seketika masuk ke dalam ruangan dan berlutut di depan sang Raja.
"Bawa anak ini pergi! Kurung dia di dalam sel bawah tanah! Jangan ada yang menemuinya tanpa perintah dariku!"
"Baik, Yang Mulia!" Para pengawal mengangguk dan menghampiri Kevin.
"Ayo, Pangeran!" Dua orang pengawal tersebut, menarik lengan Kevin.
"Lepaskan aku, Brengsek! Aku bisa berjalan sendiri!" Kevin menatap tajam para pengawal. "Dengar, Ayah! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengikuti apa yang kau perintahkan!"
Kevin kemudian berbalik dan pergi meninggalkan ruangan.
"AGH!" Raja berteriak marah.
Kevin hanya berseringai kecil mendengar teriakan sang ayah dari dalam ruangan. Kini, dirinya tengah melangkah menuju sel bawah tanah, bersama kedua pengawal kerajaan.
***
Sang Raja nampak gusar di singgasananya. Hampir puluhan kali ia berdecak kesal.