Apapun yang akan kamu hadapi nanti. Percayalah, pasti akan ada seseorang yang menemani kamu sampai kamu melewati semuanya.
🌸🌸
_____Andra memberhentikan mobilnya di salah satu Rumah Sakit Jiwa yang ada di Jakarta. Ia menoleh kearah Amara ragu, sedangkan Amara segera membuka pintunya. Andra mengikuti, ia pun keluar dari mobilnya.
"Thanks tumpangannya," ujar Amara ketus. Ia langsung berbalik dan hendak memasuki Rumah Sakit.
Namun, Andra lebih cepat untuk meraih lengan Amara. "Ra, tadi itu siapa? dan ngapain lo kesini kalo bukan mau bawa gue? Lo.. nggak gila kan?" tanya Andra ragu.
Amara dengan cepat melepaskan tangan Andra, "Lebih baik, lo nggak perlu tau. Dan cukup sampe sini aja lo ngikutin gue, nggak perlu sampe masuk. Sana, mending lo balik," ucapnya. Kali ini ucapannya tak sekasar tadi. Ia mencoba berbaik hati pada Andra karena telah menyelamatkan dirinya dari Ayahnya.
Ya, orang yang memanggilnya tadi adalah Ayahnya. Sudah lama ia tak bertemu dan tak ingin bertemu dengannya. Luka di hatinya kembali muncul begitu saja saat melihat wajah Ayahnya yang merasa tak berdosa itu memanggil namanya.
Lagi pula, Amara tidak ingin Andra tau lebih banyak tentang keluarganya. Ia tak mau jika nantinya Andra memupuk rasa kasihan padanya. Amara tidak ingin di kasihani, ia masih bisa melewati semuanya.
Andra menghela napasnya lalu menatap Amara, "Ra, kalo ada apa-apa, lo bisa cerita sama gue. Ya, walaupun lo nggak nganggep gue temen atau bahkan nganggep gue orang gila or apalah itu. Tapi gue tau, kalo masalah yang lo pikul sekarang itu berat. Kalo lo nggak keberatan, lo bisa bagi sama gue." Sungguh, ini pertama kalinya Andra berbicara serius seperti ini. Hanya karena seorang Amara!
Amara melihat Andra dengan sinis, "Tapi gue yang keberatan! Udah sana! Jangan ngikutin gue."
Amara menyudahi perdebatannya dengan Andra, jika di teruskan, pasti akan memakan waktu yang cukup lama. Bundanya sedang membutuhkannya di dalam sekarang.
Amara langsung pergi dari hadapan Andra tanpa pamit. Andra, yang memang dasar anaknya kepo, lebih memilih untuk mengikuti gadis itu dari belakang. Tentunya, tanpa sepengetahuan gadis itu.
Amara langsung bertemu dengan Jay tepat di depan ruangan Mia, Bundanya. "Gimana keadaan Bunda, Kak?"
Jay menghela napas, "saya baru aja selesai tanganin Bunda kamu. Sepertinya, Bunda kamu semakin susah diatur, Ra," ucap Jay pelan.
"Tapi tadi kata Kak Jay ada orang yang kesini? Apa Kakak nggak tau siapa orangnya?" tanya Amara.
Jay menggeleng, "saya sudah coba cek CCTV, Ra, tapi orangnya pake baju perawat disini. Awalnya saya pikir dia perawat Bunda kamu. Tapi ternyata bukan, karena Mala sedang mengurus pasien baru."
Amara menoleh kearah ruangan yang di dominasi dengan kaca itu. Amara jadi penasaran, siapa yang berani mengusik Bundanya?
"Tapi kamu tenang aja, Bunda sudah tenang. Kamu bisa masuk," ucap Jay menenangkan. "Maaf juga udah nelvon kamu di jam segini," sambungnya.
Amara mengangguk dan mencoba memeluk Jay. "Terima kasih udah jagain Bunda, Kak."
Jay menerima pelukan dari gadis itu, "itu udah jadi tanggung jawab saya. Jangan khawatir." Jay mengusap punggung gadis itu, sedetik kemudian, Amara melepaskannya.
"Aku masuk, ya? Selamat bekerja, Kak Jay."
Jay tersenyum dan mengusap rambut Amara lembut, setelahnya ia meninggalkan Amara karena ada pasien lain yang harus di periksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, AMARA | ✓
Teen Fiction[BELUM DIREVISI] "Nggak ada sejarahnya sel ovum ngejar sel sperma, ada juga sel sperma yang lari ngejar sel ovum!" ___ Ini cerita tentang seorang Andra Elvan Fahreza, yang tak pernah kenal lelah untuk mengejar cinta Amara yang ber-notabe sebagai ga...