30. Jaga dia, ya?

2.3K 213 31
                                    

Kata-kata yang indah. Tidak menjamin akan bahagia. Bisa jadi, kata-kata bahagia itu menjadi suatu kehilangan.

🌸🌸
____

Andra mencoba menghubungi Martin. Sekedar untuk bertanya, apakah ia mempunyai nomor ponsel Yola atau tidak. Untungnya, Martin menyimpan nomor ponsel ketua cheers itu.

"Gue dapet nomornya," ujar Andra.

"Gue telpon dulu," sambungnya. Ia langsung menelpon Yola. Tak perlu waktu lama, gadis itu langsung mengangkat panggilan dari Andra. Cepat dan tanggap, itu yang Andra tangkap dari pergerakan Yola.

'Halo?'

Andra berdecih, lalu melirik kearah Amara yang sudah menggebu-gebu menahan amarahnya.

"Lo yang nyulik nyokapnya Amara?"

Amara menggeram mendengar pertanyaan bodoh dari Andra. Ia langsung merebut ponsel pria itu dengan kasar.

"KEMANA LO BAWA NYOKAP GUE!"

Terdengar tawaan disebrang sana, membuat Amara semakin geram dibuatnya. Jika tidak dengan keselamatan Bundanya, ia akan segera membanting ponsel Andra ďan mencari kemanapun Yola pergi.

'Santai, adekku sayang.'

"Cih," Amara berdecih. "Siapa yang jadi adik lo, hah?"

'Papa Zam, lo kenal?'

Amara berhenti sejenak. Telinganya masih tetap mendengarkan Yola berbicara. Membiarkan Jay dan Andra sibuk melacak ponsel milik Yola sembari mencari tau dimana Yola kini berada.

'Dia, Papa gue juga.'

Deg!

'Dan lo! Lo sama Ibu lo ini .. udah ngerebut kebahagiaan gue! Haha.' Terdengar tawa menggelegar di ujung panggilan sana.

"Dapat!" teriakan Jay membuat Amara menoleh kuat. Andra langsung menarik tangan Amara tanpa persetujuan gadis itu.

"Ayo kita pergi sekarang."

🌸🌸

Andra pergi bersama dengan Amara. Sementara Jay masih di rumah sakit karena ada pasien baru yang datang. Jay ingin sekali ikut membantu, namun tugasnya tidak bisa dia tinggalkan begitu saja. Jadilah Andra hanya berdua saja dengan Amara.

"Gue belum pernah begitu dekat sama Yola. Lo punya masalah apa aja sama dia?" tanya Andra.

"Gue nggak pernah punya masalah kalo orang nggak cari masalah ke gue," balas Amara singkat. Tangannya terus meremas ujung bajunya sendiri karena ketakutan. Selain takut karena memikirkan Bundanya. Ia juga sedikit takut karena Andra kini sedang melajukan mobilnya diatas rata-rata.

"Soal cowok?"

"Ya, itu gara-gara lo!" sentak Amara.

"Gue?"

"Iya, lo nggak sadar apa kalo dia suka sama lo!"

"Tapi gue sukanya sama lo kan?"

"Iya, karena lo sekarang Bunda gue yang jadi korban. Karena lo--"

Ucapan Amara terhenti saat Andra menginjak rem secara mendadak. Amara hampir saja membentur dashboard mobil jika Andra tak menahan keningnya.

"Andra!" ucap Amara marah. Namun Andra tak bergeming, ia lebih fokus melihat seorang yang kini tak jauh darinya.

"Itu Bunda lo?" Andra menunjuk perempuan yang tengah berlari keluar. Disusul oleh seorang lelaki paruh baya yang mungkin juga seumuran dengan Bundanya.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang