23. Jalan-Jalan

2.2K 199 4
                                    

Berikan aku kesempatan untuk mendapatkan hatimu. Jika tidak selamanya .. maka hari ini saja pun tak apa.
Dan aku berjanji, akan membuatmu bahagia di hari itu.

🌸🌸
____

Andra bersiap untuk berangkat sekolah hari ini. Jujur, ini harinya yang sangat semangat. Ya, kalian tau sendiri, apa alasan dari semangatnya Andra bukan?

"Kamu yakin hari ini mau masuk? Nggak istirahat dulu di rumah gitu sehari?" tanya Rahma.

Andra menggeleng sembari menurunkan Mixel. "Andra mau sekolah aja, Ma, lagian, Andra juga bosen dirumah terus."

"Mana mau dia, Ma, diem di rumah. Orang di sekolah ada yang diliat, makanya kekeuh minta sekolah," sindir Fahreza.

"Pa .. jangan bikin Andra malu," cicit Andra.

Rahma menggelengkan kepalanya. "Oh ya, Pa, kemarin pas Mama abis dari supermarket, Mama ketemu sama anak perempuan. Mungkin, seumuran deh sama Andra."

"Oh ya? Siapa?"

"Mama nggak tau sih. Tapi, dia mirip banget sama Mia, Pa."

Fahreza terdiam sebentar. Menyebut nama Mia membuat Fahreza melirik ragu kearah Rahma. Namun Rahma malah tersenyum.

"Gimana kabarnya ya, Pa? setelah hari itu, Mama nggak pernah liat dia lagi," ujar Rahma sedih.

"Mama sama Papa lagi ngomongin apa sih? Nih si Mixel jadi rewel nggak mau makan," ujarnya gemas.

"Ah nggak, bukan apa-apa. Ayo sayang makan, nanti kamu telat ke sekolah."

Andra mengangguk dan membiarkan Mixel bermain dengan iguana milik Papanya. Lagi pula, Andra yakin, iguana milik sang Papa akan lepas ekor lagi seperti bulan lalu. Mengingat Mixel sekarang sudah sangat bandel.

Sepanjang sarapan, Fahreza hanya diam saja. Entah mengapa nama Mia kembali mengusik kehidpuannya setelah beberapa tahun tak terdengar namanya.
Mia Claurelia, sang sahabat sekaligus mantan kekasihnya.

🌸🌸

Lula membuang kertas yang berhamburan di atas mejanya. Kertas-kertas itu berisi rangkaian kata cinta.

Oh bukan, ini bukan miliknya, melainkan milik Amara. Ya .. akhir-akhir ini lebih banyak surat yang datang ke mejanya. Entah dari siapa, namun Lula yakin ini bukan surat dari Andra. Untuk itulah Lula membuangnya.

"La, perpus yuk," ajak Amara.

"Ah ya?" ujarnya kaget.

Amara mengerutkan keningnya. "Lo kenapa?"

Lula menggeleng. "Sinta mana?"

"Sinta udah duluan ke perpus, katanya mau ngambil buku yang ketinggalan di sana."

Lula mengangguk gugup. Amara memincingkan matanya saat melihat sahabatnya itu tengan bertingkah aneh.

"Lo nggak pa-pa kan, La? Lo kenapa sih?"
"Nggak pa-pa, gue kedalem dulu ya ngambil buku note."

Lula pergi begitu saja meninggalkan Amara. Amara mengerutkan keningnya bingung. Apa yang terjadi dengan sahabatnya itu?

Amara melirik kearah tempat sampah yang ada di depannya. Sepertinya tadi, Lula membuang sesuatu, tapi apa?

Dengan penuh rasa penasaran yang tinggi, Amara membuka penutup tempat sampah itu. Ada salah satu kertas disana. Amara yakin, kertas itulah yang di buang Lula tadi.

"Ra!"

Amara mengurungkan niatnya untuk mengambil kertas itu. Ia menoleh kearah seseorang yang memanggilnya.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang