37. Jadi Pacar, Mau?

1.7K 191 36
                                    

Mengorbankan kebahagiaan diri sendiri demi kebahagiaan orang lain, adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh orang hebat.

🌸🌸

Now Playing | Al Ghazali ft Chelsea Shania - Kesayanganku
____

Hari ini Amara memilih masuk sekolah. Ia sudah berbicara dengan Mamanya Reno, bahwa ia akan pergi kerumah sakit setelah pulang dari sekolah.

Lagipula, dua minggu lagi ia akan menempun Ujian Nasional. Ia ingin sedikit memfokuskan pikirannya pada Ujian Nasional. Ia tak ingin mengecewakan Bundanya yang sudah tenang disana.

Amara menutup pintu apartemennya. Ia langsung disuguhkan dengan pemandangan yang membuat matanya sakit.

Entah dari mana lelaki brengsek seperti ini kembali dalam kehidupannya. Disaat wanitanya tengah terluka, ia hanya diam dan tidak bertindak apa-apa.

Ya, lelaki itu Zam -- Ayah Amara.

Zam melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah Putrinya. Namun, Amara justru mundur untuk menghindari sang Ayah.

"Dari mana anda tau tempat tinggal saya?" tanya Amara. Ia sudah tidak tau sopan santun sekarang, Amara tiba-tiba lupa siapa orang yang ada didepannya ini.

Namun, apakah Amara peduli?

"Manda, maafin Ayah.."

"Ayah? Sebutan apa itu?" jawab Amara sarkas.

"Stop sampai disitu, atau saya teriak dan suruh satpam keluarin anda dari sini!" ancam Amara.

Zam terhenti, membiarkan putrinya itu berdiri jauh darinya. Ia menatap Amara dari atas sampai bawah.

"Maafin Ayah, Manda.."

"Jangan sebut diri anda itu Ayah, karena anda tidak akan pernah bisa disebut Ayah oleh saya."

"Ayah minta maaf soal Yola, tolong, cabut tuntutannya dari kepolisian. Kasihan dia selalu dikejar polisi," pinta Zam.

"Apakah dia pernah kasihan melihat Bunda saya yang sedang sakit saat itu? Apakah dia berpikir dua kali!" teriak Amara marah.

"Kamu harus mencabut tuntutan itu atau.."

"Atau apa!" potong Amara cepat. "Apa anda juga mau membunuh saya? Iya!"

Zam tersenyum tipis. "Jika itu memang caranya, Ayah akan menemani Yola dipenjara. Namun, bukankah harus melakukan kejahatan dulu sebelum masuk kesana?"

Zam mengeluarkan pisau kecil dari saku celananya. Amara berusaha tenang, ia berusaha tidak panik dan perlahan mengambil ponselnya. Ia menekan angka satu, atau berarti angka darurat yang ia sambungkan dengan nomor ponsel milik Jay.

Amara sengaja saat itu menyiapkan nomor darurat yang terhubung dengan Jay, karena saat itu Jay yang harus ia hubungi dan itu berhubungan dengan Bundanya. Untungnya, ia belum menghapus panggilan darurat itu.

Amara yakin jika panggilan itu sudah tersambung, Amara bisa mendengar sekilas suara Jay.

"Anda mundur atau saya lompat dari apartement sekarang juga," ujar Amara sengaja. Namun, bukannya menjauh, Zam justru semakin mendekat.

"Maaf, Nak. Tapi ini pilihan Ayah."

Amara semakin mundur, ia sudah salah bermain dengan Zam. Ia menatap belakangnya, ia sudah dekat dengan jendela.

Kemana Jay? Kemana jam segini ia belum datang?

"Kamu lebih baik menyusul Bunda kamu saja, Manda. Dari pada kamu disini?"

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang