22. Sebuah Kebodohan

2.2K 191 10
                                    

Rasanya, aku ingin tenggelam saja saat aku tau, bahwa dia adalah orang tuamu

🌸🌸
___

Baru saja Amara menatap takjub Andra karena Andra menyanyikan lagu dengan penuh perasaan seperti tadi. Dan sekarang, Andra berulah lagi.

Lihatlah, kini Andra sedang berdiri di depannya dengan tatapan yang sangat menyebalkan menurut Amara. Amara mencabut semua kekaguman pada Andra tadi.

"Gue kangen sama lo, Ra."

Amara memutarkan bola matanya malas. "Basi."

"Gue manusia, Ra, bukan makanan. Lagian ucapan gue barusan itu tulus loh dari hati gue yang paliiiing dalem," ucap Andra.

"Bullshit."

Andra menghela napasnya. Ia memutar balikan otaknya untuk mencari topik pembicaraan lagi. Ia tak mau diam-diam seperti ini.

Suara Amara itu lembut menurut Andra. Dan Andra ingin terus mendengar Amara berbicara setiap harinya. Seminggu kemarin benar-benar menyita waktunya untuk mendekati Amara.

"Tadi pas gue nyanyi, bagus nggak?"

"Biasa aja," jawab Amara singkat.

"Penuh penghayatan kan? Lagu tadi gue persembahkan buat lo."

"Hm."

Andra menggeram. Kenapa Amara jadi seperti ini? Tadi saat Andra sedang nyanyi, tatapan Amara bukan seperti ini. Tatapannya teduh dan indah di mata Andra.

Tapi kenapa sekarang malah datar tak berekspresi?

"Ra, lo tau nggak? kalo lo senyum, pasti lo nggak bisa napas," pancing Andra.

Amara mengerutkan keningnya. Entah mengapa Amara jadi ingin membuktikannya.

"Coba aja," sambung Andra.

Amara terdiam sebentar, lalu tersenyum tipis dan mulai bernapas seperti biasa. Andra tersenyum melihat hal itu, senyumnya Amara itu indah. Akhirnya, Andra bisa melihat senyum itu lagi, ya walaupun hanya senyuman tipis.

"Nah gitu senyum, jangan datar terus ekspresinya."

"Lagian, senyum itu ibadah loh, Ra. Apalagi kalo lo bisa buat orang lain senyum, pahala lo bakal berkali-kali lipat pokoknya, terus--"

"Lo bisa diem nggak sih? Gue cekokin juga lo pakek garpu kalo masih bacot mulu," sarkas Amara.

Bukannya takut, Andra malah tertawa. Walaupun tawanya seperti memaksa, namun tak apa, bukankah Andra harus tetap bahagia di depan Amara?

"Lo kenapa bisa ada disini?"

Senyum Andra langsung merekah saat Amara bertanya seperti itu padanya.

"Mau jawaban jujur atau bohong?" tanya Andra.

"Lupain aja pertanyaan gue yang tadi," ucap Amara kesal.

Andra terkekeh pelan. "Nemenin bokap lagi ketemu sama Papinya Sinta, terus ya .. karena gue tau ini jadwal lo manggung, jadi sekalian. Lagian kan tadi gue udah bilang, kalo gue kangen sama lo, yakan?"

Amara hanya bergumam menanggapi jawaban Andra. Sebenarnya, banyak sekali pertanyaan yang ingin Amara tanyakan. Tapi, melihat ketengilan lelaki yang ada di depannya ini, sepertinya orang ini sehat dan baik-baik saja, jadi untuk apa Amara bertanya?

Suasana canggung menyelimuti mereka berdua. Tiba-tiba saja Andra tidak tertarik mengajak Amara berbicara. Ia lebih tertarik untuk memandangi wajah cantik natural Amara.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang