"Lagian, kalo sendiri aja masih bisa napas. Kenapa harus cari pasangan? Emangnya mau buat napas buatan kudu berdua?" -- Gurama Rusdi
🌸🌸
____Amara selesai mengerjakan ujian terlebih dahulu dibanding teman-temannya. Ia menunggu Lula dan juga Sinta dikursi depan kelasnya.
Matanya melirik kearah kelas sebelah-- dimana teman laki-lakinya tengah melaksanakan ujian. Kelas mereka terpisah karena perempuan dan laki-laki ujian dengan tempat terpisah. Pihak sekolah yang mengajukan, karena katanya, agar pengawas bagian laki-laki bisa lebih sedikit galak dibanding pengawas perempuan. Entahlah, itu semua sudah menjadi aturan dari sekolahnya, dan ia juga tidak mau ambil pusing.
Pandangannya terfokus pada Andra. Amara akui, lelaki itu terlihat tampan saat sedang fokus terhadap sesuatu. Seperti sekarang, lelaki itu tengah fokus pada soal ujiannya, yang Amara yakini jika soal itu sebenarnya sangat mudah untuk orang seperti Andra.
Selama belajar bersama kemarin, Amara baru sadar jika Andra adalah lelaki pintar. Terlihat saat ia bisa dengan lihai mengerjakan semua soal yang Amara berikan. Namun sayangnya, ia selalu menyalahkan jawabannya dan Amara yakin itu adalah suatu unsur kesengajaan agar Amara bisa lebih lama disana.
Amara sudah bisa membaca apa keinginan lelaki itu. Dekat dengannya beberapa minggu ini membuat dirinya lebih mengenal sikap lelaki itu.
Andra, lelaki pintar namun gila akan cinta.
Padahal, masih banyak yang bisa ia lakukan. Tapi, kenapa ia terus berada disekitarnya? Merusuh dan tidak pernah memberikan sedikit ketenangan padanya sama sekali.
Hingga akhirnya, kini ia sadar. Andra adalah sesosok lelaki yang buta cinta.
Amara menyadari satu hal. Wajah lelaki itu mendadak memucat. Ia juga bisa melihat Zidan yang duduk disebelahnya terlihat khawatir. Namun Andra terlihat tetap tenang sembari menatap layar monitor yang ada didepannya.
Amara berdiri, tak sengaja ia membuat suara bising hingga terdengar kedalam kelas dan membuat dirinya seketika diperhatikan oleh seluruh siswa yang ada didalam kelas itu. Amara menoleh kearah pengawas lalu tersenyum dan meminta maaf sebelum ia menjauh dari kelas.
Andra ikut menoleh, ia bisa melihat jelas gadis itu pergi dari depan kelas. Andra mengerutkan keningnya bingung. Apakah Amara sudah selesai mengerjakan ujiannya? Sejak kapan Amara ada disana? Begitulah pemikiran Andra sekarang.
Andra kembali fokus pada layar komputer yang ada didepannya. Sebenarnya, fokusnya tengah terbagi karena rasa sakit yang ada didadanya mulai menjalar kemana-mana. Andra juga bisa merasakan bahwa ia sudah berkeringat sekarang. Padahal, ruangan kelasnya ber-AC dan ini bisa membuat semua orang khawatir padanya.
"Andra? Kamu baik-baik aja?" tanya sang Ibu pengawas yang Andra ketahui bernama Bu Dwi.
Andra menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis. "Saya baik-baik aja, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, AMARA | ✓
Teen Fiction[BELUM DIREVISI] "Nggak ada sejarahnya sel ovum ngejar sel sperma, ada juga sel sperma yang lari ngejar sel ovum!" ___ Ini cerita tentang seorang Andra Elvan Fahreza, yang tak pernah kenal lelah untuk mengejar cinta Amara yang ber-notabe sebagai ga...