🌸Epilog🌸

3.6K 258 80
                                    

Now playing | Adera - Aku harus pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Now playing | Adera - Aku harus pergi.

🌸🌸
_____

Jatuh hati bukan hanya mengajarkan bagaimana memberanikan diri untuk menerima orang baru. Namun juga mengajarkan bagaimana menjadi sabar dan kuat saat ditinggalkan.

Itulah yang dirasakan Amara saat ini.

Ia harus belajar sabar dan mengikhlaskan Andra saat tubuh lelaki itu mulai memasuki tanah. Saat Fahreza mengumandangkan adzan didalam sana, air mata Amara lagi-lagi luruh. Ia menangis tanpa suara dipelukan Rahma. Rahma pun begitu, ia membiarkan air matanya jatuh tanpa berniat mengusapnya sama sekali. Selain menguatkan dirinya sendiri, ia juga harus menguatkan Amara, gadis yang sama terpuruknya dengannya.

Tubuh Andra mulai ditimbun oleh tanah. Amara menatap penutup kayu yang sudah menutupi tubuh Andra. Ia tersenyum miris, melambaikan tangannya, berharap Andra membalas lambaian tangannya. Walaupun ia tau, semuanya terasa sia-sia.

"Ikhlas ya, Ra, Andra udah nggak sakit lagi sekarang," hibur Rahma.

Amara hanya mengangguk tanpa suara, ia terus menatap penutup kayu itu sampai semuanya tertutup oleh tanah.

Terakhir, Fahreza menancapkan batu nisan dengan tulisan yang cukup besar disana. Tulisan itu lagi-lagi menampar Amara, bahwa ini nyata, bukan mimpi.

"Terimakasih telah membantu dan mengantarkan putra saya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Mohon maaf, jika putra saya pernah melakukan kesalahan selama hidupnya," jelas Fahreza. Ayah dari Andra itu begitu kuat dan tegar. Bahkan, Fahreza sendiri yang memandikan tubuh Andra disaat terakhirnya.

"Andra nggak pernah buat salah sama kita semua, Om. Andra, selalu baik sama kita," ujar Zidan. Ia masih tak percaya dengan kepergian sahabatnya itu.

Tak hanya Zidan, Rama pun begitu. Ia sampai menangis seharian dikamar sebelum ia pergi ke pemakaman. Ia juga tak menyangka, jika sahabat sehidup sebobroknya meninggal disaat masih muda seperti ini.

Sekali lagi, Fahreza mengucapkan terimakasih sebelum pada akhirnya semua orang pergi dari sana. Hanya beberapa saja yang masih tetap, dan Amara adalah salah satunya.

Amara berjongkok, ia menatap batu nisan dan mengusap tulisan itu dengan lembut.

Andra Elfan Fahreza
7 Desember 2001 - 7 Desember 2020

"Maafin aku, Ndra."

Kini hanya kata maaf yang bisa Amara ucapkan. Kini hanya air mata yang bisa ia keluarkan. Begitu banyak kesalahan Amara pada Andra. Bahkan, jika diberi kesempatan kedua, Amara ingin mengucapkan kalimat baik pada Andra setiap harinya, bukan kata kasar ataupun sindiran seperti biasanya.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang