Takdir tidak ada yang bisa menentukan. Bahkan manusia sekalipun.
🌸🌸
_____Amara terus datang kerumah sakit saat tak ada Fahreza maupun Rahma. Amara selalu datang saat malam hari agar orang tua Andra itu sudah pulang. Entah apa yang mereka sembunyikan, yang Amara tau, mereka semua menyembunyikan penyakit yang diderita Andra.
Amara sudah berusaha menanyakan pada resepsionis yang ada dirumah sakit itu, namun yang Amara dapatkan bukanlah informasi, melainkan kata maaf.
Amara butuh informasi, bukan permintaan maaf.
Amara membuka pintu ruangan Andra. Andra masih dalam keadaan yang sama, yaitu belum sadarkan diri. Ini sudah hari kedua, lelaki itu belum sadarkan diri juga.
Ia melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah Andra, meletakkan bunga lama menjadi bunga yang baru. Amara tersenyum saat bunga itu sudah terpasang rapih diruangan Andra.
Matanya memincing kearah Andra. Detak jantungnya sudah jauh lebih normal dibanding hari sebelumnya. Tak sadar, ia tersenyum harapan untuk Andra sangat besar sekarang.
Amara duduk ditepi ranjang, tangannya menyapu rambut Andra yang sedikit panjang. Amara tak ingat jika rambut Andra ternyata sepanjang ini. Untuk hal sekecil ini saja Amara tak ingat dan memperhatikan sama sekali.
Sebegitu tidak pedulikah ia pada lelaki ini?
"Aku tau kalo lusa kamu bakal ulang tahun. Karena ulang tahun aku kemarin kamu kasih kejutan. Sekarang juga aku bakal kasih kamu kejutan," ujar Amara.
"Aku lagi suka nonton drama korea. Aku lagi belajar salah satu lagunya, aku bakal nyanyiin di hari ulang tahun kamu. Tapi kamu harus janji, kamu bangun. Yakali aku nyanyi kamu nggak dengerin."
Amara terkekeh, ia seperti berbicara dengan tembok sungguhan. Lihatlah, Andra tak bergerak sama sekali. Jangankan untuk bergerak, menyahut saja tidak.
Pintu terbuka. Amara diam seketika, ia tak berani menoleh. Ia takut jika yang dipintu sana orang tua Andra. Bukannya apa, Kak Jay dan Martin mati-matian menyuruh Amara untuk tidak bertemu Andra saat ada orang tuanya. Amara juga sempat bertanya kenapa, namun lagi-lagi jawaban mereka selalu sama. Demi kebaikan Andra katannya.
"Siapa kamu?"
Kali ini Amara pasti sudah tertangkap basah. Itu suara Fahreza, Amara masih hapal betul jika itu adalah suara dari orang tua Andra.
"Kamu jangan macem-macem sama anak saya!"
Telak! Kali ini Amara tak bisa mengelak. Ia memilih memutat badannya dan menatap lelaki paruh baya yang ada didepannya.
"Amara?"
Amara tersenyum kikuk, ia mendekat kearah Fahreza dan menyalaminya dengan sopan.
"Selamat malam, Om."
Fahreza menatap Amara lekat. Bagaimana Amara bisa ada disini? Bagaimana gadis ini bisa tau keadaan Andra?
Satu-satunya orang yang mengetahui jika Andra disini selain dirinya dan sang Istri adalah Jay. Sudah bisa Fahreza tebak, Jay pasti yang memberitahu dimana Andra dirawat dan apa yang terjadi padanya.
Apa sudah seharusnya Amara tau hari ini?
"Maafin Amara, Om, Amara--"
"Amara," potong Fahreza. "Om senang kamu ada disini."
Amara terdiam, ia menatap Fahreza lekat. Fahreza tersenyum tulus dan mengusap rambutnya lembut.
"Andra kemarin sempat manggilin nama kamu, tapi Om nggak berani manggil kamu kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, AMARA | ✓
Teen Fiction[BELUM DIREVISI] "Nggak ada sejarahnya sel ovum ngejar sel sperma, ada juga sel sperma yang lari ngejar sel ovum!" ___ Ini cerita tentang seorang Andra Elvan Fahreza, yang tak pernah kenal lelah untuk mengejar cinta Amara yang ber-notabe sebagai ga...