38. Keganjalan

1.6K 191 29
                                    

Seperti ada yang hilang. Tak tau apa yang hilang, yang jelas, itu menyakitkan.

🌸🌸
____

Andra mengantarkan Amara pergi kerumah sakit. Seperti janji gadis itu pada orang tua Reno bahwa ia akan datang setelah pulang sekolah.

Andra sebenarnya ingin menahan gadis itu agar tidak pergi kerumah sakit. Namun, Andra sadar, walaupun kini ia berperan sebagai pacar Amara -- pacar 30 hari, tapi tetap saja ia tak bisa mengatur gadis disampingnya ini.

"Mampir beli buah dulu, Ndra," ujar Amara memecah keheningan.

Andra mengangguk singkat dan menepikan mobilnya di minimarket terdekat.

"Uangnya cukup nggak?" tanya Andra.

"Lo pikir gue anak kecil yang nggak bisa ngitung duit?" ujar Amara sarkas.

"Baik-baik ngomong sama pacar, Ra," pesan Andra. Ia memberikan kartu kredit berwarna silver pada Amara.

"Pake ini aja," kata Andra.

Amara menatap kartu kredit itu enggan. "Gue masih punya uang sendiri."

"Kamu pacar aku sekarang, tabungan aku ini tabungan kamu juga kan?"

"Ndra, kita pacaran cuma 30 hari, lo lupa?" ucap Amara jengah.

"Waktu aku sangat berarti. Apalagi sama kamu. Aku tau, kita pacaran cuma 30 hari. Jadi, selama 30 hari itu, biarin aku yang bayar semua kebutuhan kamu ya?"

"Ndra.."

"Udah sana masuk, aku tunggu sini ya."

Amara menatap Andra ragu. Sedetik kemudian ia memilih keluar dari mobil pria yang kini bernotabe sebagai kekasihnya itu.

Amara masuk kedalam minimarket sendirian. Bukan masalah besar jika ia sendiri, toh, ia hanya membeli buah saja. Ia juga sudah biasa sendiri.

Andra mengawasi Amara dari mobil, ia mengambil ponselnya. Ia tersenyum saat ia membaca nama yang tertera dilayar ponselnya.

"Halo, Mama?"

'Andra, kamu dimana?'

"Andra di minimarket, Ma, kenapa?"

'Sama Amara?' Tebakan yang benar.

"Iya, kenapa Ma?"

'Kamu udah janji sama Mama buat check up ke Dokter Sari, jangan lupa.'

Lagi-lagi tebakan sang Mama benar.

Andra lupa.

"Iya, Ma. Aku ke rumah sakit ya, sekalian anterin Amara."

'Amara sakit?' Panik. Andra bisa dengan suara sang Mama berubah menjadi panik.

"Bukan Ma, tapi temennya," jawab Andra tenang.

'Oh astaga, bawa Amara makan malem kesini ya.'

"Iya, Ma. Ini Amara udah keluar, Andra tutup ya, Ma. Bye Ma."

Andra memutuskan panggilannya secara sepihak. Ia tersenyum saat Amara kembali masuk ke mobilnya.

"Udah?" tanya Andra.

"Lo nggak liat apa, kalo gue balik kesini ya tandanya gue udah selesai," jawab Amara ketus.

Andra tersenyum tipis, ia membantu Amara memindahkan parsel berisi buah-buahan itu di jok belakang mobil.

"Kok ada dua?" tanya Andra saat ia sadar Amara membeli dua parsel buah sekaligus.

"Yang satu buat lo," jelas Amara jujur.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang