Bersamamu membuatku kuat, namun kehilangan mu membuat duniaku seakan menghilang.
🌸🌸
_______Andra menjemput Amara tepat pada jam 10 pagi. Amara juga sudah siap dengan pakaian biasanya. Tak ada yang spesial dari penampilan gadis itu, namun dimata Andra, gadis itu bernilai spesial setiap harinya.
"Hay," sapa Andra saat Amara sudah masuk ke dalam mobilnya.
Amara hanya berdehem sebagai jawaban. "Kita langsung aja ya," ucap Amara to the point.
"Jawab sapaan gue dulu kali, Ra. Seenggaknya biar gue semangat gitu bawa ni mobil," ujar Andra, berharap sang gadis menjawab sapaannya.
"Lo nggak denger gue nge-hm tadi?" tanya Amara sakratis.
"Oh, oke." Andra memilih mengakhiri perdebatan tentang sapaan, ia tak ingin membuat mood gadis ini hancur cuma gara-gara keinginannya untuk di sapa balik.
"By the way, thanks, lo udah mau nemuin Bunda gue," ujar Amara tiba-tiba.
Andra tersenyum simpul dan menganggukan kepalanya. "Santai aja, gue udah anggep orang tua lo sebagai orang tua gue juga."
"Nggak usah berlebihan," lirik Amara. "Gue cuma minta lo ketemu, bukan nyuruh lo jadiin Bunda gue sebagai orang tua lo juga. Gue nggak mau punya saudara tengil," sambung Amara. Hal itu berhasil membuat Andra terkikik geli.
"Bukan saudara dong, jadi anak. Jodoh kan nggak ada yang tau, Ra, bisa aja nanti lo jodoh gue kan?"
"Lo bisa diem nggak? Gue ngomong apa, lo kemana, otak lo di benerin dulu, biar kalo orang ngomong tuh nyambung!" ujar Amara tak suka.
Andra langsung bungkam, ia tak lagi mengeluarkan suara lagi. Bibirnya benar-benar tertutup rapat.
Bukan karena takut, melainkan karena ada perasaan sakit yang menjalar di dadanya.
Obatnya habis! Bagaimana ini? Ia tidak mungkin pergi kerumah sakit sekarang, ia sudah berjanji bertemu dengan Bundanya Amara.
Andra berusaha menahan dirinya mati-matian, ia tetap tersenyum meski ia yakin bahwa wajahnya kini pasti sudah pucat pasi. Untung saja, Amara tidak mempedulikannya sama sekali, itu poin bagusnya. Jadi, Amara tidak melihat wajahnya yang seperti mayat hidup sekarang.
Andra terus berusaha mengontrol rasa sakitnya. Sesekali, ia meminum air putih yang selalu ia bawa di samping joknya. Ia melirik kearah Amara yang masih setia melihat kaca jendelanya. Andra tersenyum saat melihat Amara menoleh kearahnya.
"Lo kenapa? Lo gugup semobil sama gue sampe keringetan?" tanya Amara.
Andra tersenyum tipis, bibirnya bahkan tak sanggup terbuka. Namun fokusnya masih tetap bisa ia kendalikan untuk membawa mobil ini sampai di rumah sakit tempat Bunda Amara dirawat.
"Tumben diem, sariawan lo?" ucap Amara, setelahnya, ia memilih diam dibandingkan berbicara dengan Andra yang sedari tadi dia.
Andra masih diam sambil menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang sengaja ia tambah. Semakin ia tahan, semakin ia merasa tersiksa, iaa harus segera sampai di rumah sakit agar Amara bisa pergi meninggalkannya dan ia bisa berteriak sesuka hatinya tanpa membuat gadis itu khawatir, walaupun Andra tak yakin jika gadis ini akan khawatir nantinya.
10 menit kemudian mereka sampai di Rumah Sakit tempat Bunda Amara dirawat. Amara menoleh kearah Andra yang masih diam tak bergeming, namun terlihat dari wajahnya ia sedang menahan sesuatu. Namun, Amara benar-benar membatukan hatinya untuk tidak peduli terhadap Andra sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, AMARA | ✓
Teen Fiction[BELUM DIREVISI] "Nggak ada sejarahnya sel ovum ngejar sel sperma, ada juga sel sperma yang lari ngejar sel ovum!" ___ Ini cerita tentang seorang Andra Elvan Fahreza, yang tak pernah kenal lelah untuk mengejar cinta Amara yang ber-notabe sebagai ga...