21. Sebuah Risalah

2.1K 182 5
                                    

Aku merasa sedang mengulang cerita yang sama. Namun, dengan orang yang berbeda.

🌸🌸
_____

Amara bersiap untuk pergi ke cafe milik Maminya Sinta malam ini. Ia memilih menggunakan baju seadanya saja. Karena hari ini, tidak ada klien Papinya Sinta. Jadi, Amara bebas menggunakan pakaian apapun.

"Mau kemana, Ra?"

Amara mengambil tasnya dan menyelempangkannya. "Mau cari nasi goreng. Gue laper."

Lula mengangguk. "Barengan aja gimana? Gue juga laper nih."

Amara menggeleng kuat. "Pesen aja ya? Nanti gue bawain. Gue lagi pengin naik sepeda. Lagian, deket kok tinggal ke depan aja," dusta Amara.

Lula berpikir sejenak. Ia menganggukan kepalanya. "Oke deh, gue pedes ya," pesannya.

Amara mengangguk dan pamit pada Lula. Ia keluar dari kamar dan rumahnya. Amara bersyukur jika Lula mempercayainya dan Amara bisa bernyanyi dengan tenang.

Setidaknya .. untuk malam ini.

Lagi pula, Amara tak sepenuhnya berbohong, ia memang benar akan membeli nasi goreng nantinya. Tapi nanti, saat pulang dari cafe.

Amara mengayuh sepedanya dengan tenang. Ia sengaja pergi lebih awal dari biasanya, karena langit sudah mendung, Amara tak mau nanti hujan menghalanginya untuk mencari uang.

Amara menghentikan sepedanya saat mobil dengan sengaja ingin menabraknya. Untung saja, Amara langsung memposisikan dirinya dengan mengambil jalan trotoar.

"WOY, DI PAKE DONG MATANYA!" teriak Amara.

Seseorang dari mobil itu pun keluar. Amara memutar bola matanya malas lalu turun dari sepedanya.

"Lo punya mata nggak sih? Bisa nyetir nggak!" sarkas Amara.

Gadis itu mendekat ke arah Amara. Amara tak mundur, ia bahkan semakin maju.

"Mau lo apa sih, Yol? Lo mau buat gue mati tadi? Hah!"

Ya, gadis yang hendak menabraknya tadi adalah Yola. Kalian ingat siapa Yola bukan?

"Gue emang mau lo mati. Lo udah rebut semua kebahagiaan gue, Ra!" sentak Yola.

"Kenapa sih? Lo selalu bilang gue perebut kebahagiaan lo. Gue aja nggak pernah ngerasa ngusik lo, gue kalem-kalem aja sih, lo nya aja yang sensi sama gue," cerocos Amara.

"Lo!"

"Apa! Lo mau pukul gue? Pukul Yol, Pukul!" tantang Amara saat tangan Yola sudah siap di udara.

Yola menurunkan tangannya saat seorang wanita paruh baya hendak menghampirinya. Ia melirik tajam ke arah Amara lalu meninggalkannya begitu saja.

Amara berdecih melihat kelakukan Yola. Gayanya sok jagoan, giliran di ladeni, malah kabur.

"Ada apa ini Nak?" tanya seorang wanita cantik.

Dengan ramah, Amara tersenyum. "Nggak pa-pa, Tante, tadi cuma salah paham," jawab Amara sopan.

Kening wanita itu mengerut. "Beneran nggak pa-pa? Tadi soalnya Tante denger kalian marah-marah."

Amara tersenyum. "Bukan apa-apa, Tante, biasa anak muda," ucap Amara.

Wanita itu mengangguk mengerti, ia mencoba memahami masalah anak muda. Toh, ia juga punya anak yang seusia segini.

"Kamu mau kemana malam-malam begini?"

"Saya mau ke cafe deket sini, Tante. Kalau begitu saya duluan ya?"

"Eh," cegahnya. "Mau Tante anterin nggak? Tante bawa mobil. Biar sekalian kan?" tawarnya.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang