33. Naluri

1.8K 186 38
                                    

Kupikir kita bisa menyempurnakan satu sama lain. Namun aku lupa, jika di dunia ini tak ada yang sempurna.

🌸🌸
______

Ujian Sekolah sudah hampir dekat. Andra sampai kehabisan napas rasanya karena melihat tumpukan buku yang ada di meja belajarnya. Belum lagi, ia harus membagi waktunya untuk beristirahat.

Bukan hanya itu saja, sudah hampir tiga hari Andra tidak bertemu dengan Amara akibat Andra yang tiba-tiba drop sesaat ia pergi dengan Amara tempo lalu. Alhasil, ia harus istirahat total dirumah.

Dan hal yang memuakkan lagi, Papanya kini menyuruh Jay untuk menjaga Amara dan mengantar jemputnya kesekolah.

Tidak taukah sang Papa jika Andra ingin sekali kabur dari rumahnya saat itu juga?

Tapi rasanya itu tidak mungkin. Bisa jadi, sang Mama benar-benar akan membunuhnya tanpa harus menunggu ajal.

"Ma, Andra--"

"Minum obatnya," potong Rahma. Ia memberikan sebutir obat pada Andra, dan langsung diminum oleh Andra.

"Tidur," sambung Rahma. Ia membenarkan selimut Andra dan mengusap rambutnya sekilas.

"Ma, Andra--"

"Nanti sore kita ke Dokter. Check kondisi kamu, terus--"

"Mama, Andra mau bicara," potong Andra.

"Mama dari tadi motong pembicaraan Andra. Andra baru manggil Mama, Mama udah nyerocos aja kaya bebek minta makan," ledek Andra.

Rahma menghela napas. Ia tak ingin mengubris candaan putranya itu. Tatapannya menjadi lebih serius saat Andra menatapnya dengan tatapan tanya.

"Andra, tolong .. Kesehatan kamu itu nomor satu. Kamu harus ngerti perasaan Mama juga, Andra."

"Ma," ujar Andra lelah. "Aku tau kondisiku sekarang, Ma, aku--"

"Mau kamu apa?" tanya Rahma.

Andra menatap Mamanya. Kali ini sepertinya Rahma serius, tidak ada tanda-tanda Mamanya tengah bercanda.

"Kenapa Mama nanya gitu?" tanya Andra bingung.

"Kamu suka sama Amara?"

Andra mengangguk.

"Kamu cinta sama dia?"

Lagi, Andra mengangguk.

"Apapun kamu akan lakukan untuk dia?"

Sekali lagi, Andra mengangguk.

"Tapi kenapa kamu nggak melakukan semua ini buat Mama sama Papa?"

Andra mengangguk tanpa sadar, namun sedetik kemudian, ia menggeleng.

"Mama, Mama ngomong apa sih?"

"Mama tau kamu suka sama Amara. Mama tau kamu cinta sama Amara. Bahkan, kalo dia minta kamu loncat dari lantai 10 pun pasti kamu turutin kan? Tapi kenapa kamu nggak pernah mikirin perasaan Mama, Andra," ujar Rahma marah.

"Apa harus, Mama minta sama Amara biar kamu mau rutin minum obat? Apa perlu Mama minta tolong sama dia buat anter kamu kerumah sakit, atau bila perlu Mama--"

"Ma," nada bicara Andra sedikit menurun. Andra tau, jika sang Mama dalam kondisi yang sangat sensitif. Apalagi melihat kondisi Andra yang bisa drop kapan saja, seperti sekarang. Ditambah, Andra yang keras kepala dan selalu memikirkan Amara.

Tapi, apakah harus seperti ini?

"Ma, sampai saat ini Andra hidup, itu bukan cuma karena Amara, Ma. Tapi karna Mama juga," ujar Andra.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang