20. Kembali lagi

2.3K 173 14
                                    

Hati wanita itu bukan mainan, yang bisa di perlakukan seenaknya.

🌸🌸
_____

Rama masuk tergesa-gesa melewati pagar sekolah. Ia terpaksa harus melewati pagar sekolah saat jam istirahat karena buku PR nya ketinggalan di rumah. Ia sudah menelpon sang Mama, tapi tak diangkat. Terpaksa, Rama harus nekat keluar dari sekolahnya dan pulang menggunakan angkutan umum.

Namun, aksi melompatnya terhenti saat ia melihat seorang lelaki yang duduk di kursi roda dekat warung belakang.

Dengan penuh rasa penasaran, Rama kembali melompat keluar dan menghampiri lelaki itu.

"Lagi apa lo disini?"

Lelaki itu mendongak. Hal pertama yang Rama lihat adalah lelaki ini sangat pucat, seperti mayat hidup. Ah, apakah orang ini zombie?

"Anak-anak kelas tiga, masih lama keluarnya?" tanyanya.

Rama melirik jam tangan yang ada di tangannya. "Mau ada bimbingan tambahan sih, kenapa?"

Lelaki itu tersenyum dan menyodorkan kantong plastik. "Kalo gue titip ini .. boleh?" pintanya.

Rama mengerutkan keningnya. "Buat siapa? Ini isinya apa? Jangan-jangan .. lo pengedar narkoba yang kabur ya? Ngaku lo!" tuduh Rama.

Lelaki itu menghela napasnya. "Gue bukan pengedar narkoba dan isi plastik itu cuma makanan dan minuman, lo bisa cek."

Rama menerima plastik itu dengan ragu. Tapi akhirnya Rama menerimanya. "Buat siapa?" tanya Rama.

"Buat Amanda. Kenal nggak?"

"Hah? Amanda? Amanda Raviola? Amara?" tanya Rama, lagi. Karena seingatnya, gadis yang bernama Amanda yang kini kelas tiga hanya Amara saja.

Reno menganggukan kepalanya. "Kenal kan?"

"Ya .. kenal sih, tapi .."

"Tolong, jangan bilang ini dari gue ya?"

"Lah? Gue tau lo juga nggak. Terus, ini gue dapet bayaran nggak?"

Reno tersenyum. Ia memberikan selembar uang seratus ribuan pada Rama.

Karena memang Rama dasarnya mata duitan, ia langsung menyambar uang itu dengan penuh suka cita.

"Thanks, ini bakal sampe ke tangan Amara kok. Tapi, ini siapa kalo boleh tau?"

"Reno," jawabnya. "Tapi jangan kasih tau kalo gue yang ngasih, bisa?"

Rama berdecak. "Ya, bawel banget sih lo, udah ah gue masuk dulu. Bye!"

Rama pergi meninggalkan Reno begitu saja dengan membawa satu plastik besar berisi makanan. Entah apa maksud lelaki itu, Rama tak peduli, yang penting ia mendapatkan uang jalan, begitu pikirnya.

Rama langsung memanjat tembok yang tidak begitu tinggi. Tak sulit untuknya memanjat tembok seperti ini, karena memang Rama di berikan anugerah dari Tuhan yaitu kaki yang panjang. Mungkin dulu saat Mamanya mengidam tiang listrik?

Rama melenggang untuk pergi ke kelas tambahan Amara. Karena memang ia tak sekelas. Ia memberhentikan langkahnya saat melihat Sinta yang hendak masuk ke kelas.

"Sinta!"

Sinta menoleh, lalu membuang napasnya gusar. Mau apalagi lelaki idiot itu memanggilnya?

"Apa lo?" tanya Sinta saat Rama kini sudah berdiri di depannya.

"Tolong kasih ke Amara dong, gue takut mau ngasih ini ke dia. Dia kan kayak macan," ucap Rama.

Sinta mengerutkan keningnya. "Ini apa?" tunjuk Sinta pada kantong plastik yang Rama bawa.

DEAR, AMARA | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang