Jika mencintaimu adalah sebuah kesalahan. Biarkanlah kesalahan ini akan ku tanggung sampai akhir.
🌸🌸
____Keadaan Andra sudah membaik. Denyut jantungnya sudah kembali normal, begitupun dengan kondisi tubuhnya yang tidak selemah tadi.
Andra pun juga sudah sadar beberapa menit yang lalu dan langsung dijenguk oleh Mama dan Papanya.
Hal pertama yang Andra lihat adalah sang Mama yang tengah menatapnya dengan tatapan khawatir. Andra sudah sering melihat tatapan itu, tatapan takut kehilangan dari sang Mama membuat Andra lagi-lagi merasa bersalah.
Andra tak bisa memberikan kebahagiaan kepada kedua orang tuanya, ia malah sibuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
"Maafin Andra, Ma," ujar Andra lirih.
Rahma mengangguk dan mengusap rambut Andra lembut.
"Kamu bahagia ya? Main basket sama Amara sampe nggak ingat kondisi?" tanya Fahreza.
Andra menganggukkan kepalanya. Jujur, hampir 3 tahun lamanya ia tak menyentuh dan bermain bola basket, dan berkar Amara kemarin, ia bisa puas bermain basket.
Walau pada akhirnya, ia harus kembali dirawat seperti ini.
"Mama sama Papa ngerti, Mama sama Papa senang kalo kamu ikut senang," ujar Rahma. Ia berusaha ikut bahagia didepan sang anak. Walaupun Rahma juga tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya saat mendengar Andra tiba-tiba pingsan dan sampai dibawa ke rumah sakit, hanya karena berolahraga fisik.
"Sekali lagi, maafin Andra, Ma, Pa," ujar Andra tulus.
"Papa sama Mama maafin, asal kamu harus tetap jaga kesehatan, ya?"
Andra mengangguk, menyetujui permintaan sang Papa. Ia tak tau lagi harus melakukan apa sekarang, selain mengikuti keinginan sang Papa.
Karena Papanya tau, jika ia menjaga kesehatannya sampai akhir, maka ia bisa berguna untuk orang lain.
"Amara ada diluar, mau Papa panggilin?" tawar Fahreza.
Andra terdiam sebentar, ia menoleh kearah Rahma. Rahma hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum.
"Mama nggak marah sama Amara. Gimana Mama bisa marah sama orang yang udah buat kamu sebahagia itu, sampai kamu lupa sama kesehatan kamu sendiri karena ketutup sama kebahagiaan?"
Andra tersenyum mendengar perkataan sang Mama. Rahma kembali mendekat dan memeluk putra sulungnya.
Berharap keputusannya untuk ikhlas adalah yang terbaik.
Selama ini, ia sudah berusaha menjadi Ibu yang baik untuk Andra. Sebagai seorang Ibu, ia ingin yang terbaik untuk anaknya. Ia juga ingin anaknya bahagia lewat pilihannya sendiri.
Dan Rahma yakin apapun yang terjadi nantinya, itu sudah menjadi kuasa yang diatas.
"Papa panggilin Amara dulu ya." Fahreza mengusap kepala Andra dengan lembut, dan beranjak keluar.
"Papa," panggil Andra.
Fahreza menghentikan gerakannya yang hendak membuka pintu. Ia menoleh kearah Andra.
"Ya?" sahut Fahreza.
"Tolong, bilang aja sama Amara kalo aku cuma kecapekan. Tolong jangan bilang yang sebenarnya," pinta Andra.
"Tapi dia harus tau keadaan kamu yang sebenarnya, Ndra, biar dia nggak sembarangan lagi lakuin aktivitas dan ngajak-ngajak kamu," jelas Rahma.
Andra menggeleng dan menatap sang Mama. "Aku mohon, Ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, AMARA | ✓
Teen Fiction[BELUM DIREVISI] "Nggak ada sejarahnya sel ovum ngejar sel sperma, ada juga sel sperma yang lari ngejar sel ovum!" ___ Ini cerita tentang seorang Andra Elvan Fahreza, yang tak pernah kenal lelah untuk mengejar cinta Amara yang ber-notabe sebagai ga...