Jika cinta butuh alasan. Maka aku perlu berpikir seribu kali untuk mengatakan alasannya. Karena alasan itu tak bisa ku ucapkan sembarangan.
🌸🌸
____Tak perlu waktu lama untuk Martin bisa sampai kerumah sakit. Martin sudah panik setengah mati karena tiba-tiba Andra menelponnya. Namun kepanikannya seketika meruntuh saat yang ia dapatkan adalah Andra yang merengek padanya agar bisa keluar dari Rumah Sakit. Apakah Andra tidak sadar jika dirinya baru saja bangun dari koma?
"Nggak, lo gila ya? Bahkan ini belum ada 24 jam lo bangun, Ndra!"
Andra mencebik, "Gue udah nggak bisa mendung kerinduan. Lo pernah nggak sih ngerasa rindu yang tidak bisa didefinisikan? Nah, itu yang lagi gue rasain."
"Amara lagi?" tanya Martin.
"Yups. Its totaly great! Come on, gue kangen banget sama Amara. Lo kan udah janji bakal bantu gue selalu," ucap Andra.
"Nggak! Lo gila apa? Lo--"
"Amara sekarang dalam bahaya. Dan lo harus bantu gue. Lo nggak mau kan kalo sampe temen lo ini mati gara-gara nggak dapet cinta dari orang yang dia suka?"
"Lo pasti sembuh. Please jang--"
"Please bantuin gue, ya?" potong Andra lagi. "Gue nggak bisa bernapas nantinya kalo Amara sama orang lain. Lo tau alasan gue bangun? Ya gara-gara dia. Selama gue tutup mata, gue selalu mimpiin dia. Gue--"
Martin menggelengkan kepalanya pening. Jika sudah berbicara tentang Amara, tak ada habisnya. Apalagi katanya saat ia tak sadar ia memimpikan Amara? Oh, Martin tak bisa bayangkan bagaimana cerita Andra selama seminggu itu. Lebih baik Martin turuti saja, dari pada telinga bisa tuli gara-gara mendengarkan Andra bercerita.
"Ayo, kita pergi sekarang."
🌸🌸
"Maaf ya Ra, aku jadi maksa kamu makan disini," ucap Jay.
Amara menggeleng. "Nggak pa-pa, Kak. Kebetulan aku juga ada jadwal nyanyi kan malem ini? Sekalian Kakak juga katanya mau liat aku nyanyi," ujar Amara.
"Jujur, suara kamu bagus. Kenapa nggak coba debut aja?" tanya Jay.
Amara tertawa kecil, lalu lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Aku nggak punya cita-cita jadi penyanyi, Kak. Aku juga mau jadi Dokter."
"Wah, Dokter apa?"
"Apa aja, asal jadi Dokter. Nggak tau kenapa pengin aja jadi Dokter."
"Dokter sama Dokter cocok kayaknya, Ra."
"Hah?" ucap Amara. "Gimana Kak maksudnya?" Amara meminum minumannya.
Jay terdiam sebentar, lalu menggeleng. "Nggak, bukan apa-apa," ujar Jay akhirnya.
Jay tidak mungkin mengakui bahwa ia menyukai Amara secara terang-terangan bukan? Bisa turun harga diri Jay jika ia benar-benar mengakuinya. Mau di letakkan dimana mukanya ini jika Amara tau, ia menyukai anak seumuran Amara.
"Ra, aku--"
"Selamat malam semuanya."
Amara kembali meletakkan sendoknya. Ia seperti kenal dengan suara ini. Ia menoleh kearah belakang karena memang Amara duduk dengan membelakangi panggung.
"Untuk perempuan yang sedang duduk disana. I Miss you," ujarnya.
Andra gila, batin Amara. Seminggu tak melihat lelaki itu membuat Amara kini kembali shok. Setelah seminggu ia mendapatkan sedikit ketenangan, sekarang ia kembali. Walaupun dalam hati, Amara bersyukur bahwa Andra baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, AMARA | ✓
Teen Fiction[BELUM DIREVISI] "Nggak ada sejarahnya sel ovum ngejar sel sperma, ada juga sel sperma yang lari ngejar sel ovum!" ___ Ini cerita tentang seorang Andra Elvan Fahreza, yang tak pernah kenal lelah untuk mengejar cinta Amara yang ber-notabe sebagai ga...