5. Senyum di Awal Perubahan ✓

141 18 0
                                    

Membahagiakan muslim lain adalah sebagian dari ibadah. Jadi, biar bikin aku bahagia, yuk tekan bintangnya.

Selamat membaca!

~~~•~~~


Nura

Ini hari Minggu. Harinya orang bermalas-malasan melepas kepenatan dikarenakan bekerja atau sekolah. Harinya orang berolahraga untuk meregangkan otot-otot badan yang selama beberapa hari kegiatan padat oleh pekerjaan dan tugas sekolah. Bahkan, harinya lembur bagi mereka yang dikejar target atau memang sengaja kejar target demi memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan aku, sepagi ini sudah berkutat dengan kompor.

Ah, airnya sudah mendidih, kompor lantas kumatikan. Aku sedang membuat air jahe untuk Ayah. Bunga matahari dalam hatiku bertambah mekar. Aku begitu bersemangat hari ini. Tadi, sehabis subuh, Ibu menelepon dan memberi kabar bahwa keadaan Ayah membaik.

Hampir saja aku terkena serangan jantung saat mendapati Ayah mengalami kesulitan bernapas diakibatkan penyumbatan saluran pernapasan. Aku bahkan hampir mati berdiri saat bingung harus menghubungi siapa karena posisiku hanya sendirian menjaga Ayah. Untung nomor Panji aku jadikan panggilan darurat. Jadi, dalam keadaan panik tinggal menekan nomor satu dalam panggilan, terhubunglah ke ponsel Panji. Dalam sepersekian detik, pria itu langsung mengangkatnya. Itulah kenapa aku menjadikannya objek panggilan darurat.

Aku harus bergegas ke rumah sakit menjenguk Ayah pagi-pagi sekali. Karena kata Ibu, selepas dari rumah sakit aku harus membuka butiknya. Sudah beberapa hari butik rintisan Ibu dan Ayah tutup karena pria nomor satuku itu masuk rumah sakit dan Ibu harus intens merawatnya.

Langkahku sedikit terhenti, padahal baru berjalan dua langkah dari pintu rumah. Aku mengambil sesuatu di tas ransel di gendongan. Kuarahkan kaca kecil ke wajah untuk sedikit membenarkan jilbab biru gelap yang kukenakan. Untuk muka sendiri tak ada polesan apa pun. Aku tidak terlalu suka dandan.

Dua langkah berikutnya aku berhenti lagi. Mataku langsung mengarah ke sahabat pagiku—bunga matahari yang sedang menikmati sinar pagi. "Maafkan sahabatmu ini, ya. Hari ini enggak bisa nemenin berjemur." Aku terkekeh kecil.

Hampir setiap pagi aku bercengkerama dengan bunga-bunga itu, tapi kali ini tidak bisa. Aku harus buru-buru pergi.

Untuk sampai ke rumah sakit membutuhkan waktu 30 menit karena harus naik bus. Tapi tidak bisa dipastikan, 'kan? Apalagi akhir pekan seperti ini biasanya sebagian jalan protokol diberlakukan car free day. Untuk sekadar membiarkan masyarakat berlari-lari santai tanpa terganggu bising dan polusi akibat kendaraan bermesin.

Benar juga. Bus yang kutumpangi harus memutar arah melewati jalan lain, karena jalur trayeknya sedang diberlakukan car free day. Memperpanjang waktu tempuh untuk sampai ke rumah sakit.

Setelah sampai di depan rumah sakit, aku mengambil kaca kecil dari tas. Memastikan bahwa jilbabku tidak mencong. Aku sedikit tidak percaya diri dengan perubahanku. Apalagi ini perubahan yang sangat signifikan. Gamis lebar membalut tubuh. Sebenarnya, sedikit menyulitkan gerak langkah, tapi tidak apa, inilah keputusan terbaik untuk hidupku.

Biarlah, nanti juga terbiasa. Aku harus sering-sering membesarkan hati dan percaya diri.

Ibu sedikit kaget saat aku muncul dari balik pintu setelah mengucap salam. Kenapa harus sekaget itu. Aku sudah menebak sebab kagetnya Ibu. Kedua sudut bibir tertarik ke atas, aku harus senyum semanis mungkin. Ah, tapi pasti terlihat aneh senyumku. Kaku.

Cara Mencintaimu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang