43. Jelajah Malam ✓

29 4 0
                                    


Nura

Pementasan dimulai dengan puluhan penari prajurit. Lalu penari wanita pembawa panah. Mereka menari dengan sangat baik. Ceritanya sedang dilakukan sayembara, siapa yang bisa mengambil busur panah, akan dinikahkan dengan Dewi Shinta. Akhirnya, Rama yang bisa mengambil busur panah. Menikahlah mereka berdua.

Rama, Shinta dan Lesmana pergi ke hutan, entah mau apa. Tiba-tiba ada kijang emas dan itu mencuri hari Shinta, padahal kijang itu jelmaan Marica, anak buah Rahwana. Terus Shinta minta Rama buat mendapatkan kijang itu. Merasa khawatir karena telah pergi lama, Shinta menyuruh Lesmana untuk menyusul Rama. Akhirnya, Lesmana membuat lingkaran sakti guna melindungi Shinta.

Sepeninggal Lesmana, datanglah Rahwana. Dia mau menculik Shinta, tapi tidak bisa karena lingkaran sakti. Tidak habis akal, Rahwana menjelma kakek tua yang kehausan dan meminta minum kepada Shinta. Karena kasihan Shinta keluar dari lingkaran dan memberinya minum. Namun, dia malah diculik. Berubahlah kakek tua menjadi Rahwana. Shinta di bawa ke kerajaan, di tengah perjalanan Shinta bertemu Jatayu, burung garuda teman ayahnya. Namun, naas, Jatayu dibunuh Rahwana.

“Kasihan banget burungnya dibunuh,” kataku. Tidak ada respons dari Mas Hasbi, dia fokus menonton penari yang entah bagaimana keren sekali.

Sebelum benar-benar meninggal, Jatayu ditemukan Rama dan Lesmana dan memberi tahu kalau Shinta diculik Rahwana. Dengan dibantu pasukan kera untuk membuat jembatan dari batu dan kera putih bernama Hanoman, Rama akhirnya bisa ke istana Rahwana. Di situlah pertarungan sengit antara Rama dan Rahwana. Pertarungan dimenangkan Rama dan Rahwana meninggal terbunuh.

Ketika bertemu kembali dengan Shinta, Rama menolak Shinta karena beranggapan Shinta tidak suci. Untuk itu, Shinta membakar diri untuk membuktikan. Hasilnya dia tidak terbakar. Akhirnya, Rama percaya dan menerima kembali Shinta sebagai istrinya dan hidup bahagia.

Tepuk tangan riuh mengakhiri Pertunjukan Sendratari Ramayana. Aku sampai berdiri untuk memberikan standing aplaus. Hatiku serasa di bolak balik menyaksikan pagelaran dengan puluhan penari itu. Kagum bercampur geram dengan isi ceritanya. Kejahatan Rahwana mampu tertaklukkan dengan perlawanan dari Rama. Kisah cinta yang berakhir bahagia. Untung aku sudah baca-baca dulu ceritanya sebelum nonton ini. Kalau tidak, mungkin tidak akan tau nama dan jalan ceritanya, apalagi sendratari ini benar-benar tanpa dialog.

Meskipun hanya menonton di dalam ruangan bukan yang di luar dengan latar Prambanan, tapi ini sudah menakjubkan sekali. Mungkin lain waktu kami harus ke sini di musim kemarau biar bisa menyaksikan sendratari di ruang terbuka, apalagi pas lagi purnama, luar biasa kerennya.

"Mau nyampe kapan tepuk tangan terus?"

Aku menoleh ke Mas Hasbi. "Keren banget, Mas." Aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi kekagumanku.

"Aku emang udah keren dari lahir, Ra," sombongnya.

"Rama bukan Mas Hasbi," selorohku.

"Kamu kan nikahnya sama aku bukan sama Rama," protesnya.

"Biarin." Aku menjulurkan lidah. "Pulang, yuk. Nura udah puas. Udah malem juga."

"Yuk," timpalnya.

Dia menggandeng tanganku. Tidak dia lepaskan barang sebentar sampai tempat parkirp. Entah kenapa aku selalu merasa malu di perlakukan romantis olehnya. Apalagi di muka umum. Aku harus terbiasa acuh tak acuh dengan orang sekitar yang melihat kemesraan seperti ini. Mungkin orang menganggapnya biasa. Toh banyak pasangan bahkan yang baru berpacaran saja suka bergandengan bahkan berpelukan di khalayak ramai.

"Mau lanjut ke mana?" tanyanya setelah kami sudah duduk di dalam mobil.

"Pulang," jawabku.

"Oke."

Mas Hasbi menjalankan mobil dengan tenang. Mobil membelah jalanan di keramaian malam. Semakin malam Kota Jogja semakin ramai dengan pemburu kuliner, bukannya semakin sepi. Banyak warung angkringan di sepanjang jalan.

Aku menatap heran kepada Mas Hasbi. Dia memelankan laju mobil dan memarkirkannya di pinggir jalan.

"Nyari minum dulu, yuk," katanya.

"Tadi Nura bilang pulang, katanya 'Ok'. Minum di rumah aja, Mas. Emang Mas Hasbi mau minum apa?" tanyaku.

"Kopi."

Aku berdecak. "Nura bikinin di rumah."

"Beda. Ayo, ah."

Pemaksa. Aku sudah mengantuk, tadi saja hampir tidur di dalam mobil.

Kami duduk di sebuah angkringan. Banyak makanan yang dijajakan. Ada nasi kucing, aku baru tahu namanya setelah diberitahu Mas Hasbi. Nasi dengan porsi mini dengan lauk berbagai sate-satean, tempe bacem, tahu bacem, telur bacem, dan berbagai macam gorengan, sesuai selera. Unik.

"Pak, kopi josnya dua," kata Mas Hasbi kepada pemilik angkringan.

"Bukannya Mas Hasbi enggak terlalu suka kopi?" selidikku.

"Emang. Tapi ini kopinya beda."

Apa bedanya. Kopi tetap kopi, mengandung kafein, yang akan membuat jantung berpacu lebih cepat. Yang membuat kantuk dalam sepersekian menit menghilang. Membuat lambung kembung karena asam lambung naik.

"Kok Mas Hasbi pesennya dua? Nura enggak mau nimum kopi," sergahku.

"Cobain," singkatnya. "Lihat."

Mataku mengikuti arah yang ditunjuknya. Apa-apaan itu? Seorang pembuat kopi memasukkan sebuah arang panas ke dalam kopi.

"Monggo," kata pembuat kopi tapi menghidangkan dua kopi dengan arang di dalamnya.

Jiwa jijikku keluar. Kopi hitam dimasukkan arang? Aku membayangkan itu seperti air selokan yang kotor dan banyak jentik nyamuk.

~~~•~~~

Cara Mencintaimu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang