Dan aku berharap, agar Allah selalu memberikan takdir baik-Nya kepada kami. Selalu menyatukan kami sampai waktu kami di dunia telah selesai.
~Nura~
~~~•~~~
Nura
Jam dinding baru menunjukkan pukul setengah delapan malam, tapi rasa-rasanya sudah ingin membenamkan diri di balik selimut. Mencampakkan Mas Hasbi yang malam ini melakukan pernyataan menyebalkan.
"Lho, kok, dadakan, sih, Mas. Acaranya tinggal besok, loh," ujarku kecewa.
Kuhentikan acara menyisir rambut. Aku sudah tidak berminat memegang sisir dan ditaruh ke atas meja rias. Kutatap wajah teduh itu yang sedang duduk di tepi ranjang.
"Maaf, ya."
"Emang enggak bisa minta tolong temen kerja?"
"Kali ini harus aku sendiri yang hendel, Ra."
"Terserahlah." Aku bangkit dan berjalan menuju ranjang. Membenamkan diri di balik selimut.
"Ra," bujuknya.
Besok Panji akan melangsungkan akad nikah. Lantas, Mas Hasbi yang aku harapkan menemani di acara tersebut malah harus pergi keluar kota. Bagaimana aku tidak kecewa. Itu adalah momen penting bagiku. Ah, dia sama sekali tidak mengerti.
"Waktu Nura minta Mas Hasbi nemenin pas wisuda Panji, Mas enggak bisa. Nura maklumin. Masa sekarang nikahan Panji juga Mas Hasbi enggak bisa," gugatku. Aku masih membenamkan diri di balik selimut.
Biarkan, aku ingin memberinya sedikit pelajaran. Rasanya tidak bisa marah kalau melihat wajahnya secara langsung. Terlalu teduh. Yang ada, aku malah semakin bertambah cinta. Hmz, ini efek sudah kecanduan cinta. Sekaligus, aku tidak mau dia melihat wajah masamku. Jadi, hanya bisa ngedumel di baliknya. Bersembunyi di balik selimut membuatku bisa mengeluarkan semua unek-unek.
"Mau gimana lagi, Ra. Aku perginya enggak lama, kok. Enggak bakal bikin kamu mati gara-gara nahan kangen," katanya.
"Enggak lucu." Aku membuka selimut, tapi hanya sebentar.
"Liat kamu ngambek jadi bikin aku laper, Ra. Seblak yang kamu bikin di Jogja enak banget, loh. Bikinin, dong, buat aku."
"Enggak minat." Kubuka selimut lalu ditutup lagi.
Kudengar Mas Hasbi mendengus. "Ya udah aku bikin sendiri. Seblak spesial, enggak kalah dari buatan kamu."
Terasa ranjang bergoyang. Itu tandanya dia sudah beranjak pergi. Mungkin juga sudah keluar dari kamar. Aku memang kesal, tapi aku tetap harus menyiapkan segala keperluan yang sekiranya dia butuhkan. Aku beranjak dari ranjang dan membuka lemari baju dan mengambil koper, mengemasi pakaiannya dan memasukkannya ke koper.
Sekejap aku mengusap kemeja berwarna dongker kesayangannya. Sedih juga ditinggal suami ke Jogja untuk beberapa hari. Sebenarnya hanya tiga hari, itu juga bukan kali pertama dia meninggalkanku untuk menjadi owner pernikahan kliennya di luar kota. Namun, sekarang kondisinya berbeda. Entah kenapa kali ini aku tidak mau ditinggalkan. Karena banyak sekali rencana yang sudah kubuat, tapi berujung gagal pelaksanaan.
Aku mendengar pintu kamar terbuka. Indra penciumanku tertarik pada bau yang tiba-tiba menyeruak. Perhatian teralihkan dari koper dan isinya. Aku menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Mencintaimu ✓
SpiritualHanya dengan mencintai Tuhanku. Aku ikhlas menerimamu, ikhlas mencintaimu, dan ikhlas kehilanganmu. Namun bukankah ikhlas itu amatlah sulit untuk diraih? Sesulit menangkap buih di dalam lautan. Begitupun dengan keikhlasan cinta. Karena satu-satunya...