Mimpi memang bisa semanis madu, namun semu. Dan kenyataan memang bisa sekeras besi, tapi pasti.
~Nura~
~~~•~~~
Nura
Mataku benar-benar terusik dengan semburat matahari yang menyelinap dari sela-sela gorden. Bayangan yang pertama kali muncul dalam pikiranku adalah bunga matahari yang tak sempat diperhatikan seminggu belakangan ini.
Setelah sampai di rumah sehabis perjalanan Yogyakarta-Jakarta membuatku lelah. Ditambah lagi batinku yang letih. Air mata sudah kutumpahkan tadi malam, sisanya sudah kukuras saat salat Tahajud tadi. Mengingat takdir yang kujalani akhir-akhir ini dan air mata yang sekian lama ditahan semakin membuatku tersiksa. Ini kali pertama aku tidur di kamar kami setelah ia tak ada. Aku serasa ingin menangis lagi menggumamkan kata 'kami'. Kepalaku pening dan terasa berputar-putar mengingat segala apa yang pernah terjadi di kamar ini. Seakan menarikku untuk bernostalgia dengan kenangan manis berujung pahit.
Aku tak ingin membuat kepalaku semakin pusing dengan hal itu. Kini pikiranku harus fokus untuk melakukan hal-hal yang bisa dilakukan. Aku menyibak selimut dan menurunkan kaki dari ranjang, kutarik napas panjang lantas tersenyum. Hari ini harus menjadi hari baru yang akan aku lalui dengan calon buah hatiku.
Aku mengelus lembut perutku yang masih terlihat rata. Aku harus menyalurkan energi positif pada calon buah hatiku. Janin akan merasakan apa yang sedang dirasakan sang ibu, kan? Kalau sang ibu bahagia, dia akan ikut bahagia, ketika sedih ia akan ikut sedih, dan bila sang ibu stres ... bayi akan ikut stres. Aku merasa bersalah karena membuatnya menangis dan bersedih selama seminggu ini.
Apabila ibu sedang mengalami stres, tubuh akan mengeluarkan hormon stres yang akan disalurkan ke janin melalui plasenta. Itu akan membuat janin ikut mengalami kecemasan yang luar biasa. Suasana hati sang ibu juga akan mempengaruhi psikis bayi saat lahir. Anak akan menjadi seorang yang cengeng dan penakut. Adapun pengaruh terhadap fisik, yaitu berat badan bayi akan menjadi rendah diakibatkan depresi. Dan kemungkinan, bayi akan lahir secara prematur.
Aku mempelajari itu tanpa sengaja ketika sebelum hamil dan hal itu harus dipraktikkan sekarang. Aku tidak mau itu semua terjadi kepada anakku dikarenakan egoku. Jadi, untuk sekarang dan seterusnya, aku harus bahagia dan tersenyum agar anakku juga merasakan hal yang sama. Sekarang, lebih baik aku keluar dan menyirami tanaman terutama bunga matahariku yang selama seminggu terbengkalai.
Aku membuka pintu rumah yang sebelumnya mencuci muka agar muka pucatku terlihat sedikit lebih segar.
"Ayah," kataku lirih. Sungguh aku tidak salah lihat. Aku sudah sadar sepenuhnya dan bukan mengigau. Bahkan, sudah membasuh muka dengan air dingin. Ditambah kini sudah mengucek mata beberapa kali. Namun, tetap saja, sosok yang tertangkap oleh pupil mataku adalah dia, ayahku. Betapa bahagianya aku, dia yang kurindukan tengah berdiri menyirami bunga matahari. Meski dia berdiri membelakangiku, aku sudah hafal betul postur tubuhnya. Hidup dua puluh satu tahun dengannya masa postur tubuhnya saja tidak mengenali, mustahil.
Aku berhambur memeluknya dari belakang. Mencium aroma minyak wangi yang ia pakai. Aku sangat merindukan wangi ini, minyak wangi Calvin Klein dengan aroma citrus yang beraroma ringan. Tidak menyengat dan tidak akan membuat mual bagi orang-orang yang tidak menyukai bau wangi-wangian.
"Udah gede masih aja manja." Ia menghentikan kegiatannya.
"Manjanya sama Ayah ini," kataku. Tanganku masih melingkar di perutnya, bahkan semakin kupererat. Tak akan kubiarkan satu senti celah dalam pelukan penuh rindu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Mencintaimu ✓
SpiritualHanya dengan mencintai Tuhanku. Aku ikhlas menerimamu, ikhlas mencintaimu, dan ikhlas kehilanganmu. Namun bukankah ikhlas itu amatlah sulit untuk diraih? Sesulit menangkap buih di dalam lautan. Begitupun dengan keikhlasan cinta. Karena satu-satunya...