"Terus gimana perasaan kamu sama aku?""Kenapa sinetron Indonesia bacot banget?" tanya Ali pada Diza.
Ali sudah seperti anak ayam yang jauh dari induknya, ia terhempas kesana kemari hingga terseret ke kelas IPA tiga. Dia sedang duduk bersampingan dengan Diza yang tengah streaming nonton sinetron di dalam laptopnya.
Diza menggelengkan kepalanya tak tahu, "sana lo pergi jauh-jauh! Ngapain sih lo disini?" decak Diza karena dari tadi Ali mengomentari tak jelas mengganggu konsentrasi Diza yang tengah asik menonton.
"Aku siapa? Aku dimana?" tanya Ali membuat Diza bergidik ngeri.
Guru sedang mengadakan rapat sehingga para murid diberikan tugas tapi tidak untuk Ali, anak itu memilih keluyuran dan untung saja kelas IPA tiga ini katanya tidak mendapat tugas jadi Ali mau bersantai disini. Awalnya Ali mau rebahan di UKS tapi itu lagu lama dan menjadi tempat yang mudah terjangkau oleh ayahnya.
"Gue heran si Putra sama Bang-sat, kok bisa naksir sama cewek galak kayak lo," sindir Ali terang-terangan.
Diza memutar bola matanya malas, "siapa juga yang mau di taksir sama dua bebenyit itu."
"He mulutlo ya! Sekarang gue tanya kenapa lo gak naksir sama mereka? Padahal muka mereka gak jelek-jelek amat," tanya Ali menghadap Diza.
Diza menghela nafas kemudian mempause sinetronnya. "Ya karena gue gak mau Aliendra."
"Terus kalau naksir sama gue mau gak? Kita kan waktu kelas sepuluh sekelas terus gue juga ganteng," ucap Ali dengan wajah tebar pesona.
Alih-alih baper Diza hanya menatapnya datar, "lo lagi naksir cewek terus lo belum tahu perasaan dia ke lo," ujar Diza dengan wajah datarnya.
Ali mengerjap, "kok lo tahu?"
"Cuma nebak," jawab Diza memilih tak memperhatikan orang gila yang entah sejak kapan sudah di sampingnya.
"Lagian gue yakin pasti susah kalau orang populer kayak lo buat jatuh cinta, karena hal kecil yang lo lakuin sama lawan jenis pasti jadi sorotan. Contohnya ..." pandangan Diza beralih pada jendela kelas yang memperlihatkan beberapa adik kelas memotretnya diam-diam.
Ali melihat itu lalu menoleh lagi pada Diza dengan tatapan kagum, Diza itu bukan cewek populer di sekolah. Cuma bermodal tubuh jangkung dan poni ratanya makanya Diza jadi sorotan tapi tak banyak tingkah bahkan Diza bukan tipe cewek yang aktif berselfie ria di sosmed.
"Mereka nguntit gue?" tanya Ali polos.
"Ck, lo tuh bego apa pura-pura gak tahu sih?" geram Diza.
"Gue gak ngerti sumpah, okelah kemampuan insting lo tinggi banget tapi gue belum ngerti maksudnya populer? Penguntit? Sama gue hubungannya apa?" tanya Ali.
Diza menghela nafas, kok bisa anak ketua yayasan tapi otaknya gak nyampe. "Aliendra Januar, lo tuh meskipun bego tapi lo harus tahu apa kedudukan lo di sekolah. Meskipun lo gak cakep-cakep amat tapi seenggaknya jaga imagelo, lo gak bisa deket-deket sama cewek seenaknya kayak gini meskipun pada kenyataannya kita gak ngapa-ngapain, yang merhatiin lo banyak. Kayak hal sekecil apapun yang lo lakuin pasti bakal tersebar dengan mudah. Itu maksud gue," jelas Diza.
"Tau ah pusing gue," sahut Ali membuat Diza melotot. Susah-susah ngomong hanya itu responnya.
"Terserah orang bego aja!"
Ali mendelik dan tiba-tiba jadi keinget Rara, sejak final futsal beberapa hari lalu Rara tak membalas pesannya. Ali hanya bisa berpositif tingking mungkin Rara sibuk tapi perasaan Ali gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliendra [SELESAI]
JugendliteraturAmazing cover by @iiwpaw [Sudah Lengkap] Warning!! [R15+] cerita mengandung kata-kata kasar, adegan kekerasan, dan perilaku/tingkah yang tidak pantas dibaca oleh anak dibawah umur. [Mohon untuk tidak ditiru] "Jadi cantik jangan judes-judes kasian...