54. Kesempatan

544 95 5
                                    

Lapak ini sepi T_T kalian kemana woii?










Lidia menatap iba Ali yang tertidur lemah di dalam dengan peralatan rumah sakit yang memenuhi sekujur tubuhnya. Perban yang terbalut dimana-mana membuatnya merasa ngilu.

Beberapa menit lalu mereka berbicara dengan dokter dan dokter mengatakan bahwa Ali mengalami koma. Itu benar-benar membuat siapapun terpukul.

Ali yang notabene tak pernah mengalami pingsan bisa diingat dari setiap kecelakaan yang ia alami Ali justru tak pernah pingsan dan kini Ali benar-benar pingsan dalam jangka waktu yang panjang.

Semua orang Harlan suruh pulang karena hari sudah mulai larut. Hanya menyisakan Harlan dan Lidia saja selalu wali Ali.

"Puas kamu setelah melihat ini semua?" tanya Harlan dengan suara tenang masih memandangi wajah Ali yang nampak pucat penuh goresan.

"Apa kamu nyalahin aku atas semua ini?" Lidia tak Terima dengan apa yang Harlan katakan. Seolah ini adalah dosa Lidia.

Harlan menoleh, "kenapa kamu kembali setelah Ali terbiasa dengan semuanya?"

"Aku pergi ada alasan tapi asal kamu tahu, sebagai seorang ibu aku tidak pernah berhenti mendoakan dia, jadi setelah Ali sadar, izinkan aku ngambil hak asuh Ali."

"Maksud kamu apa? Setelah bertahun-tahun lalu kamu ngambil dia dengan sekehendak kamu lalu kamu akan atur dia seperti apa yang kamu mau? Gitu??"

"Iya memangnya kenapa? Sudah cukup dia hidup tak jelas seperti ini. Setelah kelas dua belas Ali harus tinggal dengan keluargaku."

Jangan heran dengan sikap keras kepala Ali karena kedua orang tuanya adalah dua manusia berkepala batu.

"Tak jelas kamu bilang?" Harlan memijat pelipisnya. "Lidia cukup kamu hentikan semua ini, berhenti memaksa Ali untuk jadi seperti apa yang kamu inginkan. Dia manusia bukan robot."

Lidia menghela nafas, "maksud kamu aku adalah ibu yang mengeksploitasi anak? Begitu??"

"Bukan begitu Lidia." Harlan berdecak menahan untuk tidak mengatakan ini namun mulutnya malah nyeplos mengatakan, "setelah kamu datang kembali. Setiap malam, dia insomnia dan setiap malam juga meminum obat tidur bahkan ketika kamu bersikeras menjodohkannya dengan Selia, Ali menambah dosisnya dengan tak teratur. Dan kamu tahu apa efek obat itu sekarang?" Harlan menjeda memandangi Lidia. "Dia oleng sampai kecelakaan, dia masih tujuh belas tahun Lidia. Ketika remaja seusianya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang membuatnya senang tapi Ali justru memikirkan hal-hal yang tak perlu ia pikirkan."

Pertahanan Harlan sudah hancur. Pria paruh baya itu tak sanggup berpura-pura kuat atas apa yang terjadi pada putranya saat ini. Sebagai seorang ayah Harlan cukup terkejut ketika tengah malam tak sengaja melihat Ali yang memaksa dirinya sendiri untuk meminum obat tidur dan itu bukan sekali-duakali dan dari situ Harlan selalu memanjakan Ali, memohon pada Dani untuk terus membiarkan Rara bersama Ali karena semata-mata ingin Ali bahagia.

Lidia membungkam mulutnya tak percaya. "Kenapa kamu gak cerita? Aku ibunya."

"Justru karena kamu ibunya. Harusnya dia bisa terus terang pada ibunya sendiri tapi ini apa, ibunya sendiri yang menyiksa batinnya."

Lidia tak kuasa menahan air matanya memandangi putranya yang terdiam lemas tanpa suara sembari memejamkan matanya.

"Maafkan mamah Ali."

"Kita memang orang tua yang gagal Lidia tapi Ali sudah berhasil menjadi seorang anak yang baik. Aku mohon, jika kamu masih menyayangi dia tolong biarkan dia memilih apa yang dia mau."

Aliendra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang