19. Telat

782 105 0
                                    


Pagi kembali menyapa bumi, Ali yang tertidur perlahan membuka matanya dan segera mengulang aktifkan paginya.

Dengan senyum cerah Ali mengenakan seragam sekolahnya, Ali memasangkan dasinya kemudian anak itu berdecak.

"Dari SMP kagak pernah bisa make dasi!" decaknya hanya mengalungkan dasinya saja. Entah kenapa dari dulu ia tak pernah bisa menyimpulkan dasi, waktu SD Ali hanya mengenakan dari yang talinya karet dan saat SMP dan SMA, Ali menggunakan dasi prepet.

Ali mendengus dan segera turun ke bawah untuk ikut sarapan.

"Pagi Pah!" sapa Ali menaruh tasnya di kursi.

"Pagi Al."

Ali melahap sarapan yang tersedia dengan lahapnya.

"Em ... Pah jajannya?" pinta Ali membuat Harian mendongak lalu mengeluarkan uang dari sakunya.

"Nih."

Ali mengerutkan kening, uang kertas berwarna hijau itu di sodorkan pada Ali.

"Kok dua puluh rebu? Terus buat jajan si jagur gimana?" Ali memprotes karena si jagur motornya juga butuh jajan.

"Udah kamu gak usah bawa motor, bareng papa aja," sahut Harlan.

"Gak mau ah! Papa kan tahu sendiri kalau papa berangkat belum siang juga udah pulang, lah Ali? Males ah kalau nunggu angkutan umum," elak Ali. Hal yang paling Ali tak sukai adalah naik angkutan umum, bayangkan saja disana sering bau ketiak atau ada bau-bau tak jelas, eh tapi kenapa waktu itu bersama Rara naik angkot malah nyaman.

Sedang apa gadis itu?

"Ya udah ya udah!" Harlah mendelik kemudian mengeluarkan uang lima puluh ribu.

"Yang itu balikin, tuker sama ini," ujar Harlan.

"Jangan dong pah." Ali menyembunyikan uangnya ke belakang punggung.

Harlan menghela nafas kemudian memberikan semuanya, entah berapa sebenarnya jatah jajan Ali karena setiap harinya pasti berubah kadang juga Ali tak meminta jajan sama sekali.

"Ya udah sana kamu berangkat, Papah gak mau kalau kamu sampe telat lagi." Harlan memperingati Ali dari kebiasaan buruknya. Mentang-mentang sekolah milik bapaknya jadi Ali kadang lupa diri bahwa ia juga seorang siswa yang harus jadi teladan.

Ali tersenyum mengangguk lalu mencium punggung tangan kanan ayahnya.

"Anak ganteng berangkat dulu ya pah, do'ain semoga cepet dapet pacar."

"Kok pacar? Dapat ilmu ah!"

Ali menyeringai senyum, "dua-duanya pah, entar kalau Ali sukses duitnya buat siapa kalau gak punya pacar?"

"Kamu lupain papah?"

"Kan papah duitnya udah banyak," ceplos Ali membuat Harlan terkekeh.

"Udah ah sana berangkat!"

"Assalamu'alaikum!" Ali segera berlari ke halaman rumahnya lalu mengenakan helmnya tak lupa hoodie yang melekat pada tubuhnya, tetap jaga keselamatan karena wajah tampan tak jadi jaminan untuk terhindar dari kerasnya aspal.

Ali mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata-rata, lumayan jalanan mulai sedikit kosong mungkin karena sudah terlalu siang, rasanya Ali sedang balapan di sirkuit jika begini, ia bisa berkelok-kelok di jalanan sekenanya. Keren ya bukan main

Ali menyipitkan matanya kemudian membuka kaca helmnya, dan perlahan ia menurunkan kecepatan motornya. Terlihat seperti anak sekolah yang masih berjalan di jam-jam hampir masuk kelas seperti ini. Mata Ali melebar karena dilihat dari postur tubuhnya itu seperti Rara.

Aliendra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang