50. Sekali lagi?

570 83 3
                                    

Selamat membaca

Dengan malas Ali membuka selimut yang semalam memeluknya ketika tidur. Ali membiarkan cahaya masuk ke pelupuk matanya.

Dengan ogah-ogahan Ali terbangun lalu berjalan naik tangga menuju gazebo rumah pamannya.

Tak jauh matanya melihat sosok pria berumur dua puluhan itu tengah duduk di depan laptop tak lupa secangkir kopi.

"Cuci muka dulu sekalian mandi, ada teh hangat di bawah kalo mau bawa sendiri."

Baru juga bangun sudah di suruh ini itu.

"Iya-iya bawel deh heran."

Setelah dirasa sudah fresh Ali kembali menghampiri Heri dengen setelan yang cukup santai, memakai celana cargo dan kaos putih lengan pendek lalu duduk berhadapan dengan Heri.

"Lima hari lagi acaranya?" tanya Ali sembari menatap amplop undangan dihadapanya.

Heri mengangguk sebagai jawaban. Sebentar lagi Heri akan melangsungkan pertunangannya dengan kekasih yang sudah hampir delapan tahun mendampinginya.

"Lagi ngapain sih? Dari semalam main laptop mulu kayak orang bener aja."

Heri mendongak menatap keponakannya itu, "bikin video."

Mata Ali melebar merasa penasaran kemudian merapat pada Heri dan ternyata benar saja video kompilasi saat keduanya tengah berpacaran.

"Tips dong biar hubungannya awet."

"Bukannya udah putus?" Heri menautkan kedua alisnya menatap Ali. Kabar putus Ali memang sudah menyebar hampir ke seluruh keluarganya.

"Tapikan aku optimis bakal balikan."

Heri menghela nafas mengalihkan pandangannya dari laptop lalu beralih menatap Ali.

"Sebenarnya gak ada tips khusus kalau udah sama-sama cinta pasti bakalan saling mempertahankan hubungan."

Ali menyimak merasa tertarik. Sebenarnya ini mungkin pembahasan yang terlalu alay jika ia bahas dengan Heri tapi apa salahnya toh Ali tak mau munafik, dalam hati yang terdalam ia sangat ingin balikan dengan Rara.

"Perempuan itu makhluk yang rumit. Dibeberapa kesempatan mereka bersikap seolah ingin dilindungi namun ketika benar-benar ada masalah, mereka juga ingin ikut andil menyelesaikan." Mengingat cerita Harlan soal curhatan Ali soal ini membuat Heri jadi ingin membahasnya sekarang.

"Jangan menangani semua sendirian. Hubungan dibangun berdua, harus sama-sama berjuang. Justru semakin kitu menunjukkan bahwa kita mampu menangani semuanya kepada pasangan kita, itu bisa membuat pasangan kita berfikir kalo dia itu gak berguna dalam hubungan tersebut."

Ali merasa tertampar sekarang. Jika diingat secara detail semuanya adalah tentang perjuangan Ali yang tak ada habisnya sampai ia tak sadar bahwa hubungan ini dijalin berdua.

"Lidia itu memang tak tahu diri."

Suara wanita paruh baya yang datang lalu duduk di samping Ali itu membuat keduanya kompak menoleh.

Arni nenek Ali, perempuan paruh baya itu masih nampak cantik dengan rambut putihnya.

"Kenapa gak mampir ke rumah nenek dulu?" tanya Arni membuat Ali meringis.

Rumah dengan jarak enam rumah dari rumah ini adalah milik kakek-nenek Ali. Rumah dengan warna cat putih gading itu nampak mewah meski dilihat dari kejauhan sekalipun, warna pucat itu seakan menunjukkan keangkuhan tapi saat masuk kedalam maka akan disambut dengan kehangatan karena banyaknya asisten rumah tangga disana.

Aliendra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang