53. Mimpi Buruk

498 83 4
                                    


Ali hanya bisa mengucek matanya yang tak kunjung memberikan tanda-tanda akan tidur padahal ia sudah dua kali minum obat tidur namun hasilnya nihil. Ali memperbaiki posisi tidurnya bahkan ia berkali-kali menarik ulur selimut namun ia tak mendapatakan kenyamanan untuk tidur.

Gilang sudah pulang dari tadi jadi Ali tak ada teman ngobrol saat ini.

Ali berdecak lalu meraih ponselnya dan benar saja sudah pukul tiga pagi.

"Insom," gumam Ali dengan suara merenggut kesal.

Dengan gerakan terbangun Ali memasukan ponselnya ke dalam saku trening yang ia kenakan. Dan dapur adalah tujuan Ali sekarang.

"Den Ali belum tidur?"

Ali tersentak kecil mendengar suara bi Tina dari belakang. Lalu Ali berpura-pura seolah menguap.

"Kebangun bi," jawab Ali sambil mencari-cari sesuatu.

"Nyari apa?"

"Mau bikin susu coklat."

Bi Tina berjalan menghampiri Ali, "biar bibi yang bikinin. Den Ali duduk aja."

Ali mengangguk lalu duduk di salah satu kursi meja makan lalu membuka ponselnya.

"Bi Tina kenapa udah bangun jam segini?" tanya Ali saat bi Tina menuangkan susu kental manis ke dalam gelas panjangnya.

"Solat tahajud, den."

Bi Tina ini memang taat beragama. Selalu mengenakan kerudung dan selalu berpakaian tertutup.

"Makasih bi," ucap Ali saat bi Tina meletakkan susu cokelat di hadapannya.

Bi Tina mengangguk lalu mengambil alih salah satu kursi untuknya duduk. Bi Tina sudah seperti keluarga bagi Ali karena sudah merawatnya sedari kecil jadi berbicara pun bisa lebih santai begini.

"Tumben kebangun jam segini? Biasanya juga kalo tidur sama sekali gak inget minum."

Ali terkekeh itu memang kebiasaannya sejak dulu. Jika sudah tidur malam sulit bangun sekalipun tenggorokannya terasa kering tapi Ali bablas tidur.

"Lagi banyak pikiran kali," celetuk Ali melanjutkan untuk meneguk susunya.

"Ck, masih muda kok udah banyak pikiran aja."

Ali tersenyum tipis, "papah udah makan?" tanya Ali ingin memastikan.

"Bapak akhir-akhir ini sering makan diluar sama pulangnya juga suka lumayan larut."

Ali tahu itu makanya ia jarang bertemu dengan ayahnya.

"Asal pagi masih sarapan di rumah aja, seenggaknya kita sebagai orang rumah gak akan terlalu khawatir," ujar Ali menghabiskan tegukan terakhir.






•••

Sambil masih menguap Ali memasukan potongan roti ke dalam mulutnya.

Harlan mendelik melihat itu, "apaansi anak remaja jam segini masih ngantuk aja," tegurnya membuat Ali meringis.

Harlan tak tahu saja kalau Ali baru berhasil tidur sekitar jam empat pagi.

"Seminggu lagi ulangan kenaikan kelas jangan sampe nilai kamu anjlok terus yang awalnya IPA tiga jadi IPA lima."

Ali mendelik samar, "awas aja kalo Ali sampe masuk IPA satu tahun ini terus gak ada hadiah apa-apa."

Harlan menoleh lalu kembali menyantap sarapannya, "emang mau apa lagi? Motor udah berkali-kali ganti, restoran udah punya, apartemen entar pas kamu udah delapan belas tahu papah beliin. Mau apa lagi?"

Aliendra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang