⚫⚫⚫
Sekarang lia sedang menunggu hujan reda diperpustakaan dimana tempat yang tenang baginya untuk menikmati sejuknya hujan yang turun hari ini.
"lagi apa nih?"ucap seseorang membuat lia menutup novelnya dan menoleh siapa yang memanggilnya.
"ish lo lagi"ucap lia lalu membuka novelnya kembali.
"boleh duduk gak nih?"ucap bian dengan nada halusnya.
"ini tempat umum buat apa lo izin ke gue?"ucap lia dingin dan bian hanya menatapnya dengan senyuman lalu duduk disamping lia dan meletakan kepalanya dimeja dengan tangan sebagai bantalnya.
Menatap lia dengan senyuman yang manis membuat lia menoleh kepada bian namun ada yang aneh.
"itu muka sama tangan lo kenapa? "ucap lia membuat bian menegakan tubuhnya kembali lalu menatap lia.
"gak papa cuma berantem biasa masalah cowok jangan khawatir aku gakpapa kok"ucap bian tersenyum.
Lantas lia pun memukul tangan bian membuat empunya mengaduh sakit.
"aw...."ucap bian dengan raut wajah sakitnya.
"sakit bi?maaf"ucap lia memegang tangan bian yang tadi dia pukul.
Gini-gini lia masih punya hati bukan cinta tapi sebagai teman.
"nah gini nih"ucap bian lalu menautkan jari jarinya pada tangan lia.
"ih apaan sih"mencoba melepas genggaman bian namun apa daya lia.
"kamu yang lukain kamu juga yang harus ngobatin"ucap bian semakin mengeratkan genggamannya dan menatap lia dan memajukan wajahnya hingga tidak ada lagi ruang diantara mereka namun.
"woy nyari kesempatan aja bapake"ucap yeri dan dean dibelakangnya.
Otomatis membuat lia terjekut dan mencoba menjauhkan diri dari bian namun bian malah mempererat tanganya.
"ihh lepas gak kalo—"
Chu!
"pulang yuk udah sore hujannya juga udah sedikit reda"ucap bian setelah mengecup pipi lia membuatnya mati rasa sekarang.
"gaskeun bi"ucap dean dengan tertawa.
"gue doain bi semoga berhasil naklukan hati mbak es ini"ucap yerina sedikit berteriak membuat semua orang yang ada diperpustakaan menoleh kepadanya.
"maaf"ucap yeri lalu tersenyum.
"yaudah gue sama lia pulang duluan ya"ucap bian lalu menarik tangan lia lembut.
Lia masih mencoba menetralkan jantungnya sangat terkejut memang karna pertama kalinya dia dicium lelaki yang bukan keluarganya.
"nih pake helmnya"ucap bian namun lia hanya melamum.
"yaudah deh aku pakein ya"
"gak usah bisa sendiri"lalu mengambil helm dari bian dan memakainya.
Tin! Tin!
"hei kalian mau pulang?"ucap seseorang dari dalam mobil.
"loh rafka"ucap lia.
"bukan urusan lo"ucap bian dingin.
"hai li"ucap seseorang disebelah rafka.
"loh yeji?"kaget lia.
"cepet juga nyarinya gue doain langgeng"ucap bian lalu menarik lia untuk naik keatas motornya.
"hehe doain bi"ucap yeji dan rafka hanya tersenyum.
"duluan ya bi"ucap rafka lalu meninggalkan lia dan bian yang sudah siap menjalanka motornya.
"pegangan li"ucap bian tapi tidak ada tanda-tanda dari lia.
Lalu bian pun meraih tangan lia dan mengalungkannya didepan perutnya.
"udah jangan iri doain aku biar cepet lulus terus kerja dapet uang buat beli mobil sama modal nikah kita nanti"ucap bian lalu menjalankan motornya.
"apaan sih lo"ucap lia namun sebenarnya sedang menahan sesuatu yang datang saat bian mengucapkan kata-kata bucinnya.
Melewati ramainya kota Bandung saat sore hari, rasanya senja sudah milik mereka berdua, menemani mereka saat diperjalanan pulang.
"udah sampai tuan putri"ucap bian menghentikan motornya lia pun langsung turun dan masuk rumah.
"li helmnya gak mau dilepas dulu?"ucap bian menghentikan langkah lia.
Dalam hati lia sudah merutuki dirinya mengapa bodohnya dia membawa helm dikepalanya.
"nih"lia melepas helmnya dan memberikannya pada bian dan kembali masuk.
"lia"ucap bian membuat lia menoleh kearahnya.
"apa lagi?"ucap lia dingin.
"gak nawarin buat masuk dulu?"ucap bian tersenyum.
"ck! Yaudah masuk"ucap lia membuka gerbang rumahnya untuk memberi askes motor bian.
"makasih"ucap bian namun tak ditanggapi oleh lia dan langsung masuk.
"BANG RANGGA! "terika lia membuat bian yang dibelakangnya terkejut.
"TOLONG ABANG DEK!"teriak bang rangga membuat lia cepat-cepat kekamarnya.
"ABANG?"ucap lia saat memasuki kamar rangga bersama bian dibelakangnya.