CHAPTER 30

512 49 2
                                    

Gue siap membagi kehangatan. Tetap tenang, jangan khawatir, jangan buang air mata berharga lo. Gue akan selalu ada di samping lo, untuk lo, Kinara.
-Benaya Zidha Adinata

🌻🌻🌻

Deru sepeda motor Benaya berhenti tepat di depan pintu gerbang sekolah. Matanya mencari kedalam, mencari gadis yang harus segera ia bawa pulang.

Benaya mengarahkan cahaya yang berasal dari motornya ke penjuru kelas. Nihil, tidak ada tanda-tanda keberadaan manusia di dalam sana. Gerbang tergembok di depannya sudah memberikan jawaban sejak tadi.

Namun, seolah tak peduli Benaya masih mencoba mencari Kinara, Benaya memanjat gerbang sekolah dan mengintip di balik celah jendela beberapa kelas yang dilaluinya. Barangkali Kinara tertidur atau terkunci di dalam sana.

Benaya menghembuskan nafas berat, dia tidak berhasil menemukan Kinara di seluruh penjuru kelas. Benaya kembali memanjat gerbang dan menaiki motornya menyusuri jalan.

Pupilnya tak berhenti bergerak menyapu jalanan yang lenggang, matahari mulai meredup, cahayanya menghilang setelah sepenuhnya tenggelam.

Benaya menancap gasnya kembali, mengamati trotoar jalan dengan teliti karena gelapnya malam. Tepat di persimpangan jalan Benaya menepikan motornya, ia melihat gadis itu, tengah terduduk di dalam metromini sambil menyandarkan kepalanya pada jendela. Tampak lelah, Kinara menutup matanya.

Benaya mengikuti metromini yang di tumpangi Kinara dari belakang. Metromini berjalan terlalu lamban, membuat Benaya kehilangan banyak waktu.

"Lelet banget sih, " desis Benaya lalu menyalip metromini yang berada di depannya dan menggerakkan tangannya kesamping agar metromini tersebut berhenti.

Benaya turun dari motornya, ia naik kedalam metromini yang telah berhasil ia hentikan. Benaya menggendong keluar Kinara yang masih memejamkan matanya. Tanpa memperdulikan tatapan mata dan suara gaduh penumpang lain.

Kinara tersentak, ia terbangun lalu refleks memukul punggung Benaya yang masih menggendongnya. Kinara mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang berani menggendongnya di tempat umum seperti ini.

Setelah menemukan jawaban, Kinara tak urung meremas baju Benaya dan memilih menenggelamkan kepalanya di pundak lelaki itu.

"Benaya turunin gue, gue malu, " racau Kinara semakin menenggelamkan kepalanya karena beberapa pasang mata yang melihatnya menambah rasa curiga terhadap apa yang dilakukan oleh dua anak muda yang sedang berpacaran.

Benaya terdiam, ia tetap menggendong Kinara keluar dari metromini. Kinara menambah pukulan di punggung Benaya, membuat Benaya sedikit meringis. Tentu, pukulan Kinara di punggungnya sama sekali tidak berasa, Benaya hanya sengaja mengeluarkan desis-an itu agar Kinara berhenti menjadi orang yang terlihat sadis dan kejam kerena memukuli pacarnya sendiri.

"Huaaa! " rengeknya.

"Diam Kara, " balas Benaya akhirnya.

"BENAYA TURUNIN GUE! " teriaknya persis di depan daun telinga Benaya. Benaya menurunkan Kinara setelah keluar dari metromini tepat di sebelah motornya, ia sudah tidak tahan lagi dengan suara cempreng yang menusuk indra pendengarannya.

"TOLONG! ADA PENCU- "

"Tutup mulut lo! " Benaya membekap mulut Kinara, Kinara melepaskan tangan Benaya yang menutupi mulutnya.

"Naik ke atas motor sekarang! "

"Nggak mau, " tolak Kinara cepat. Benaya mengganggukan kepalanya lalu segera memakai helmnya. Tidak peduli lagi dengan gadis itu karena sangat keras kepala.

BENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang