CHAPTER 36

539 39 2
                                    

Menurut Kinara, Nusa Penida adalah pantai terindah kedua setelah pantai Navagio di Yunani, Kinara bermimpi untuk pergi kesana, ke Yunani. Karena kedua pantai indah itu selalu bisa membuatnya tersenyum dan menjadi alasan besar agar hidupnya berakhir indah.

Kinara senang mimpinya untuk pergi ke bali sudah Benaya kabulkan, ia hanya perlu memohon kepada bintang agar mimpi indah selanjutnya dapat segera di kabulkan juga.

Ia pun berharap agar yang menemaninya ke pantai Navagio tetap orang yang sama, orang yang baru saja telah mengabulkan mimpinya untuk pergi ke Bali.

Ia ingin melihat biru kehijauan air laut yang menakjubkan, ia ingin mendengar suara merdu gulungan ombak. Ia tak akan pernah lupa untuk mengabadikan keindahan alami bangkai kapal karam MV Panagiotis yang pernah menjadi tempat syuting Drama Korea Descendants of the Sun.

Kinara ingin mengambil gambar dan video disana, bersama Benaya. Benaya merupakan bagian dari mimpinya yang lain. Membahagiakan Benaya merupakan mimpi baru yang belum terwujud hingga kini.

Terakhir Kinara ke pantai saat berusia 10 tahun, di Pantai Essaouira, Maroko. Jangan tanya ia kesana dengan siapa, yang jelas bukan dengan Benaya.

Papi yang megajaknya untuk berlibur bersama dengan mami, dan juga Sheya. Dulu Kinara pikir ia akan tinggal dan menetap disana karena sudah satu bulan lamanya tidak pulang ke Indonesia, Kinara baru tahu ternyata papi mengajaknya bukan hanya untuk berlibur, melainkan menyelesaikan bisnisnya.

Tenang, pantai itu tidak seindah Navagio, juga tak seindah pantai yang ada di Bali. Kinara tidak akan kembali kesana lagi untuk alasan lain seperti ke Pegunungan Atlas atau Gunung Sahara. Tidak, tenang saja, ia akan tetap tinggal disini dan tidak akan kemana-mana.

"Benaya beneran mau ajak Kara ke pantai? " tanya Kinara antusias.

"Iya, senang nggak? " tanya Benaya. Wajahnya di terpa angin, Kinara tersenyum senang karena rambut hitam pacarnya tidak menutupi wajah tampannya lagi.

Kinara menganggukkan kepalanya cepat, ia tak memudarkan senyumannya, " Kita harus kembali ke hotel dulu nggak? " tanyanya.

"Nggak usah Ra, pantainya dekat dari sini, "

"Kalo gitu, Kara harus ganti baju dulu nggak? " Kinara memandangi pakaiannya, semestinya dia sudah tahu kalau Benaya akan mengajaknya ke pantai. Menapa Kinara sampai lupa membawa Outer Floral nya. Lagi-lagi rasa bersalahnya kembali muncul saat Benaya memandangi wajah Kinara dengan begitu manis.

'Tuhan, jika Benaya benar-benar mencintai Kara, Kara tidak ingin Benaya kembali menyebalkan saat nanti kembali ke Jakarta. Kara ingin Benaya tetap berada di hati Kara. Kara ingin Benaya selalu bersikap hangat untuk Kara. Kara ingin Benaya mengumumkan kepada dunia bahwa cuma Kara satu-satunya cinta yang Benaya punya.'

"Lo nggak perlu ganti baju lagi Ra, " jawab Benaya lalu membuyarkan lamunan Kinara.

"Tapi, Kara belum siapin kata-kata untuk laut, "

"Laut udah nunggu lo, lo nggak perlu nyiapin apa-apa. Paling gue cuma mau lo tersenyum untuk gue. Untuk menjelaskan kepada laut, kalau lo sukanya sama gue bukan sama Alfaro."

Kinara tercengang sesaat, namun sedetik kemudian ia menyunggingkan senyum lebarnya di hadapan Benaya. Tanpa menunggu sampai sana, Kinara akan mengatakannya.

"Nggak perlu nunggu laut tahu untuk bilang Kara sayang sama Bena, " ucap Kinara tulus, Benaya mengelus puncak kepala Kinara dengan sayang.

"Alfaro gimana? Suka gak sama dia? "

"Ya nggak mungkin lah Kara suka sama Alfaro, " Benaya menghela nafas tenang, ia tidak harus mengkhawatirkan hal itu lagi. Alfaro sudah kalah telak olehnya.

Kinara tersadar, jika diingat selama 7 tahun terakhir ia tidak pernah pergi ke pantai, Kinara hanya menikmati keindahan pantai lewat Film yang pernah ia tonton.

Pantas saja Kinara terkagum-kagum saat taksi yang ia naiki bersama Benaya dari Bandara menuju penginapan melewati pesisir pantai yang sangat indah.

Rasanya Kinara cukup norak melihat keindahan itu daripada gedung pencakar langit yang sering ia lihat dari dalam mobil di pusat kota Jakarta.

Seperti yang sekarang Benaya lihat, Kinara tengah duduk di pesisir pantai, menikmati semilir angin dan ombak kecil yang menggelitik kakinya. Tak jauh dari tempat makan tadi, mereka berdua hanya perlu berjalan kaki selama 17 menit. Tidak lama, Kinara menikmati perjalanan ini sambil berolahraga. Ia juga yang meminta Benaya agar tidak menyewa mobil.

Benaya meluruskan kakinya, tepat di samping Kinara yang juga melakukan gerakan yang sama.

"Pegal? " tanya Benaya. Kinara tidak menjawab, ia hanya menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Ia tidak mengalihkan pandangannya. Kinara hanya fokus pada keindahan yang ada di depannya.

Benaya memandang Kinara dari samping, tak mengedipkan matanya sedikitpun. Benaya diam memandangi pemandangan indah di sampingnya, dia terpana melihat wajah Kinara yang ternyata sangat manis.

'Tuhan, bantu saya untuk terus menjaga dia. Jangan biarkan dia menangis, hapus lah rasa sedihnya. Saya ingin Kinara bahagia karena saya. Saya ingin dia tersenyum sepanjang hari, untuk menikmati rasa senangnya. Karena, wanita sepertinya tidak berhak untuk menangis, airmatanya sangat berharga untuk di buang sia-sia.'

"Pasti jadi laut enak, " gumam Kinara mendapat kernyitan aneh dari Benaya.

Kinara membalik tubuhnya agar menghadap ke Benaya, ia tengah menatap Benaya saat ini. Jemarinya tak berhenti meremas pasir putih yang ada di samping kanannya.

"Iya, nggak pernah di salahkan atas kematian seseorang, " lanjut Kinara dengan tersenyum.

Benaya menatap laut lalu kembali menatap ke arah Kinara, "Kematian? " tanyanya tak mengerti. Kinara menundukkan kepalanya, ia sedang memainkan pasir halus nan putih.

"Saat ada orang tenggelam, atau ada perahu yang terjebak di tengah badai besar, lalu orang-orang itu ditakdirkan meninggal. Pasti, orang itu yang akan di anggap salah karena tidak seharusnya dia datang ke pantai. Untuk apa? Dia saja tidak bisa berenang dengan benar, "

"Atau, nelayan itu pun juga akan di salahkan karena tidak pintar, dia tidak melihat ramalan cuaca sebelum berlayar."

Kinara mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Benaya. Ia menggenggam pasir dan menjatuhkan pasir itu secara perlahan," Pasir ini juga bisu, seolah semua yang terjadi sengaja dia tutup-tutupi agar semesta nggak tahu. Padahal, dari jauh pun semesta lihat, apa yang dilakukan oleh laut nya,"

Benaya salah menduga, Kinara tidak cemburu dengan laut. Bukan alasan suka, Kinara ingin ke pantai terindah di dunia.

"Tanpa sadar, manusia itu menjemput kematiannya sendiri, " balas Kinara lalu terdiam.

Benaya masih terlihat susah menangkap apa maksud dari ucapan Kinara. Ia pun belum mengangkat suara sejak tadi.

"Kenapa lo ingin kesana? " tanya Benaya.

Kinara mendesah, "Maksud Bena ke Yunani? " Benaya menganggukkan kepalanya.

"Kara ingin menjemput kematian Kara sendiri, Kara juga sudah lama menyiapkan tempat itu. Meskipun Kara akan pergi, Kara tetap akan bahagia karena Kara ada di tempat dimana Kara ingin menghabiskan hari terakhir Kara di dunia." Benaya masih  terkaku, dia terdiam tidak bisa menanggapi, dia tidak tahu harus menjawab apa.

"Kara mau jalan-jalan, boleh? " tanya Kinara berubah ceria. Benaya tersadar, dia segera berdiri dan membantu Kinara bangkit dari duduknya.

"Antar Kara ke Nusa Penida sore ini ya? " ajaknya, ia memandangi Benaya sambil memohon.

______________________________________________
Tertanda, Rizkapsptsr💓

BENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang