Terimakasih 72 jamnya, teruntuk semua hal baik yang pernah kita lalui bersama semoga lo lekas sampai di titik melupakan. Gue sayang lo, tapi gue gak bisa membuktikan rasa sayang itu sekarang. Gue harus pergi ninggalin sesuatu yang gue tau lo gak mau. Gue mau pamit ninggalin lo, Ra. Meninggalkan sebuah kebahagiaan rumit. Sebentar kan bukan waktu yang lama, gue harap lo cepet lupa dan lekas pulih juga.
Gue tau lo butuh gue, untuk saat ini lo pengen gue ada dan menemani lo ngejalanin pengobatan. Tapi maaf Ra, gue gak bisa. Gue takut lo culik kewarasan gue. Kita berdua butuh obat. Butuh berpisah untuk bisa sembuh.
Semoga mereka bisa bantu lo ya, semoga mereka bisa jaga dan lindungi lo. Gue pamit untuk pulang ke rumah, kembali ke tempat yang udah lama gue rindukan. Semoga lo nemuin kebahagian baik lo sendiri.
~Dari laki-laki yang masih mencintai Kara.
*****
Bersama atau tidak denganmu, aku akan tetap baik-baik saja.
~Kara yang sedang berusaha biasa.
*****
Beberapa hari setelah perginya Benaya dengan tangis seorang gadis yang tak kunjung reda, lingkar mata yang kini membengkak dan sayu mulai terpejam. Tidur dengan posisi yang tidak seharusnya ada di atas lantai yang beku.
Entah kemana perginya Bu Ismi yang sempat terlihat beberapa hari lalu di dapur, apakah ia pergi karena ingin membiarkan dua insan menyelesaikan masalahnya masing-masing atau memang, pergi untuk bergilir menjaga papi di rumah sakit.
Ilona yang dikatakan pergi jauh ke luar negeri, belum berniat pulang menerima air matanya kembali. Keadaan suaminya semakin parah, tidak ada kabar baik tiba hingga kini.
Pukul 3 dini hari Kinara dibangunkan dengan teriakan dari luar, saat dirinya menerka bahwa bukan kabar bahagia yang akan di terima, ia ingin terus bermimpi saja.
Tubuhnya yang menggigil bergerak mendekati sumber suara.
"KARA PAPI RA! " wajah kacau dan teriakan lantang yang di suarakan oleh Sheya membuatnya lekas bangun lebih cepat lagi.
"Papi meninggal, Ra!" ucap Sheya dengan tangis dan lantunan miris suaranya yang bergetar. Meraung-raung dalam dekapan Kinara yang masih mencerna omong kosong yang kakaknya suarakan.
Kinara tertawa hambar mendengar itu, dia baru saja bertemu papi di dalam mimpi. Dengan kondisi yang sangat baik, menemaninya memetik bunga dan berbincang di pinggir danau. Mendengar dan memberikan pelukan hangat.
"OMONG KOSONG! " bentak Kinara.
"Mami dirumah sakit, papi pergi setelah mami sampai di hadapannya, Ra. Kita gak punya papi, kita gak punya waktu untuk membuktikan papi benar-benar pergi. " tangisnya.
"ARGHHHH! LO MABUK BEGO!" jeritnya. Tubuh Sheya jatuh bersama aroma menyengat dari alkohol yang di konsumsinya.
Sheya menyeret tubuhnya ke permukaan sofa untuk berdiri. "Gue mabuk, tapi gue masih sadar. Kabar yang gue terima gak bohong, Ra. Gue denger sendiri dari Bu Ismi. Dia nangis di telepon. Dia minta gue untuk jemput lo kesana! " suaranya hampir habis.
Pukulan yang paling sakit selama ia hidup di bumi, melebihi kesakitan yang sudah berhasil dilewatinya.
"HAHAHAHA! BERCANDA LO GAK LUCU!"
Tubuh Kinara limbung , entah kenapa tawanya semakin terdengar seperti jeritan. Air matanya mengalir deras, kesakitan yang sering di alaminya tidak ada apa-apa nya dibanding ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENAYA
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Dia Benaya, dia keren, tampan, tinggi, pintar, jago menggambar, memanjat tebing dan photografi. Kurasa tidak ada yg bisa menandinginya. Tahu tidak? Dia sering menyiksaku, membentakku, memarahiku. Saat itu aku tidak tahu di...