Terlihat dari jauh kedua sahabat kembarnya berlarian kearahnya, Kinara membuka senyumnya lebar-lebar. Gadis itu ikut berlari, berhambur ke dalam pelukan kedua sahabatnya.
Ririn merindukan Kinara, dia menanyakan pertanyaan kabar secara beruntun. " Lo baik-baik aja kan Ra? " tanya Ririn dengan cemas.
"Baik lah Rin. Kalo Kara sakit-sakit, Kara gaakan sekolah! " jawab Kinara berbohong. Ia sedang tidak enak badan. Berhubung tadi mami menawarinya izin sakit untuk berangkat sekolah dan Kinara menolak. Mami berinisiatif untuk mengambil ibuproven dari kotak p3k dan meminta Kinara untuk meminumnya. Saat ini kondisinya sudah mulai membaik.
"Hati lo gimana? Sakit nggak?" tanya Radin membuat Kinara hanya diam dan memandanginya saja.
Edisi curhat semalam membuatnya sedikit lega, Ririn memberinya saran untuk ikuti semua kemauan Benaya. Sedangkan Radin, meminta Kinara untuk membunuh Benaya secara diam-diam. Tentu, itu bukan ide yang bagus.
"Demi apa lo di sakitin Benaya? Wah kurang ajar tuh anak, bisa-bisanya nyakitin sahabat gue! " timpal Ririn murka.
"Kara nggak kenapa-kenapa loh! Benaya itu baik banget waktu di bali! " jelasnya.
"Lo tuh ya, masih belum sadar apa gimana deh? Kebaikan dia itu ada maunya! Kalo kata peribahasa--" ucap Ririn menggantung.
Ririn melirik Radin, "THERE IS SHRIMP BEHIND THE STONE!" ucapnya bersamaan dengan keras.
"Aduuuh! " Kinara menutupi telinganya yang terasa pengang. "Kalian tuh ya! Selalu mempengaruhi orang lain untuk gasuka lagi sama Benaya! "
"Kita itu lagi menyelamatkan hati lo Ra! " balas Ririn.
"Ibarat pemadam kebakaran. Benaya itu api dan kita itu airnya. Air kembar! " lanjut Radin, membuat Ririn geleng-geleng kepala.
"Iya tuh benar, " sahut Radin lagi.
"Benar apanya pea? " tanya Ririn. Kali ini Ririn mengeluarkan salah satu kekurangan dari isi kepala Radin. Isi kepalanya yang membuat Radin menjawab sebuah pertanyaan dan belum tau pertanyaan itu sendiri apa.
"Ih! Nggak suka deh dibilang pea-pea! Baby kan pintar! " ucapnya sambil cemberut. Ririn mengelus pundak Radin dan bilang bahwa dia memang pintar, cuma, agak sedikit sulit berpikir. Dan Radin kembali mengangguk setuju.
"Emang lo selama disana dapet apa? Hadiah? Kado? Cinta? untuk apa cinta Ra? Nggak bisa di makan! "
"Benar tuh mana oleh-oleh untuk baby?" tagih Radin, pasalnya pertanyaan itu sudah ia ingat-ingat sejak kemarin mereka bertukar pesan. Namun, Radin lupa. Beruntungnya, Ririn mengingatkan.
"Kara nggak bawa uang din, Benaya cuma kasih gelang penyu ini untuk Kara. Radin mau? " tanya Kinara membuat Radin langsung menggeleng tidak mau.
Radin hanya rindu dengan Kinara, ia terus berbicara, menanyakan hal tidak penting yang menurut Radin sangat penting dan perlu ada jawaban dengan segera.
"Rara, baby kemarin jatuh di wc sekolah! " ceritanya dengan histeris.
"Rara, baby tuh kayaknya udah gak tahan deh punya kembaran kayak Ririn, baby pengin buang Ririn ke selokan, Radin pengin banting Ririn, tapi baby masih nggak tega! "
"Rara, sejak 2 hari yang lalu, baby galau mikirin Rara, padahal Rara bukan cowok! "
Ririn yang pusing mendengarkan penjelasan Radin, menoyor kembaran nya itu. Kinara terkikik geli pasalnya Ririn tidak berhasil menoyor Radin. Radin meliukkan kepalanya ke kanan dan ke kiri macam penari Kecak.
"Rara tau nggak? jerawat baby yang di jidat nambah satu, jerawat yang tadinya sendirian, jadi berpasangan. " kini Radin mencekal pergelangan Ririn yang ingin mencubit lengannya. Ririn mengaduh kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENAYA
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Dia Benaya, dia keren, tampan, tinggi, pintar, jago menggambar, memanjat tebing dan photografi. Kurasa tidak ada yg bisa menandinginya. Tahu tidak? Dia sering menyiksaku, membentakku, memarahiku. Saat itu aku tidak tahu di...