Ustadz Google dan Ustadzah Youtube

7 0 0
                                    

Kita mulai dari background penulisan novel:

1. Beban
Saya lulus di MA dengan predikat alumni terbaik, tapi tidak ada kebanggaan, justru itu beban.
Biasanya alumni terbaik pondok bagus baca kitab, B. Arab keren, hafal qur'an dll. Tapi saya sebaliknya.
Saya sampai sekarang tidak hafal B. Arab 1-10.

Saya lama bergelut di organisasi kemudian untuk menemukan apa yang bisa saya kontribuaikan sebagai alumni, dan menulislah kemudian jalannya.

2. Pelarian
Mereka jadian.
Saya belum menjalin hubungan apapun (in love) sejak lahir. Jadi daripada menggalau sepanjang tahun, ada baiknya saya menyalurkan dengan ikut organisasi, membaca apapun, menulis, dll.

Sampai akhirnya, habis 20 buku, tercipta 1 novel, dan hari ini saya masih mengemban amanat ketua BEM Fakultas. Tujuannya, bagaimana agar saya tidak memikirkan dia. Mantan TTM, meski kurang berhasil.

But at least, yang ingin saya sampaikan adalah:
Teman-teman boleh galau, itu alami. Tapi jangan sampai menggalau yang sampai lupa segalanya, tidak makan, tidak mau sapa dll.

"MENGGALAULAH SECARA PRODUKTIF"

3. Keresahan Ust. Google & Ustadzah Youtube itu sendiri

Manusia hari ini, baru membaca artikel sepanjang lima halaman saja, kepintarannya seolah lebih dari seorang Insinyur, bahkan mampu mendebat seorang Profesor dengan bahan bacaan yang sudah mencapai ribuan halaman. Ada juga yang baru selesai menonton tiga kajian Islam di Youtube dengan durasi satu jam per video, kepintarannya seolah melebihi para Ulama, memprovokasi teman-temannya untuk mengikuti pemahamannya, bahkan mengkafirkan para pemuka agama yang bacaan kitabnya sudah ribuan halaman, bahasa Arab pula. Lucu memang, di zaman instan sekarang ini, hanya dengan Google dan Youtube, orang-orang sudah bisa menjadi Ustadz dadakan, belajar ilmu-ilmu haqiqat dan ma’rifat, padahal buku  tajwid yang tipisnya kurang dari empat puluh halaman saja belum mampu dikuasai.

Kisah ini tentang penantian panjang seorang wanita yang teramat mencintai pria dalam diamnya, tentang perasaan yang terlambat disadari, tentang mereka yang menganggap diri paling benar dan tentang penebusan rasa bersalah.

Sekarang, baru baca 5 halaman artikel sudah bisa salah-salahkan orang. Sementara prof. Yang bacaannya sudah ribuan hal. Sangat hati-hati menjaga omongan, dalam hal kritik pun hati-hati. Bahkan mereka merasa kurang.

Yah, begitulah. Mereka itu semua kemudian kita sebut "Ustadz Google & Ustadzah Youtube".

Yang paling susah, ada beberapa komunitas yang merasa paling suci. Buat komunitas islam, dan merasa yang di luar komunitasnya tidak sesuci mereka. Padahal, Tuhan tidak melihat kesucian berdasarkan komunitas, sekolah, kajian dll. Tapi itu hak priorigatif Tuhan.

Menegenai isi novel. Saya tidak memiliki posisi itu, itu lebih ke pembedah sebenarnya (kalau ada).

Sumber: Rozi Ahdar

Celengan Pengetahuan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang