Menulis Genre Horror

5 0 0
                                    

Sekarang waktunya kita memasuki acara inti. Baiklah tanpa menunggu banyak waktu lagi. Langsung kita simak "Menulis Genre Horror"

Halo, semuanya. Nah sesuai dengan temanya nih ya "Menulis Genre Horror". Jadi, di sini aku akan membagikan beberapa tips untuk menulis genre yang... gimana ya? Kalau ditulis tengah malam bisa bikin panik-panik ajaib sendiri sih.

Sebenarnya hampir sama kayak genre lain, horror juga butuh feel dalam penulisannya. Saat kita menulis romance, sebisa mungkin gimana sih caranya kita terbawa ke dalam suasana yang kita tulis supaya menikmati prosesnya sampai ending. Begitupun dengan horror. Yang namanya feel ini penting banget untuk membangun suasana mencekam, panik, ketakutan, dan mempertahankan perasaan itu sampai akhir proses menulisnya, yang nantinya dari feel inilah apa yang kita rasa dan tuliskan bisa tersampaikan dengan baik ke pembaca.

Nah untuk membangun feel itu, pertama kayak harus merasa penasaran. Kan kalau di film horror pasti ada tuh ya yang tokohnya bandel dan akhirnya malah menimbulkan masalah, maka dalam menulis genre horror juga dibutuhkan rasa penasaran. Rasa penasarannya bukan berarti harus melakukan sesuatu yang seram ya, tapi bisa dengan penasaran, "Wah hantu ini asal dan legendanya dari mana ya?" Kalau semisal yang kalian tulis berasal dari urband legend. Atau mungkin kalian bisa bertanya-tanya tentang gimana sih perspektif orang yang beneran takut banget sama hantu terhadap hantu itu sendiri. Nah dari sana nanti akan timbul banyak pertanyaan yang bisa dijadikan ide untuk menulis genre horror.

Buat aku pribadi, aku kurang bisa nulis horror itu di siang hari. Kenapa? Karena siang tuh pasti ramai dan suasananya kurang mendukung kalau buat aku. Jadi aku prefer nulisnya malam hari pas sepi-sepi, jadi feelnya bisa kerasa. Bahkan kalau feel itu udah kental banget kalian rasakan, sewaktu kalian ngetik di laptop tuh berasa kayak ada yang ngelihatin dari pojokan, atau berasa ada yang nungguin, padahal sebenernya nggak ada apa-apa.

Selain feel, diksi juga penting. Sama halnya dengan banyak karya fiksi, diksi menentukan bagaimana inti konflik sampai ke pembaca dengan baik. Diksi kita saat menulis KTI dengan menulis karya fiksi pasti juga berbeda kan, nah dalam menulis karya fiksi, diksinya juga berbeda. Diksi menulis horror akan agak berbeda dengan diksi saat menulis genre lain karena diksi juga berperan membangun suasana dan pengimajian pembaca.

Mudahnya begini. Dialog, "Di sana aku melihat hantu berbaju putih dan banyak darahnya." Pasti akan berbeda suasananya dengan dialog, "Ya ampun! Siapa di sana? Darahnya banyak sekali!"

Selain feel dan diksi, ada lagi yang penting yaitu plot atau alur. Beberapa penulis ada yang lebih memilih alur maju, ada yang mundur, dan ada yang campuran. Kenapa plot ini penting? Karena plot juga ikut andil dalam membangun situasi di dalam cerita. Saat alur maju, kemungkinan besar konfliknya berada di depan. Saat alur mundur, konfliknya sudah diberitahukan dulu di awal dan latar belakang konflik juga penyelesaiannya di belakang. Tapi ada juga penulis yang bermain-main dengan plot sehingga titik konfliknya nggak bisa dibaca dengan jelas, yang akhirnya bikin pembaca harus membaca bukunya beberapa kali untuk memahami konflik dan plotnya.

Dan yang paling menentukan dari semuanya adalah tema. Apa tema yang akan kalian angkat, itulah nanti yang akan menentukan seberapa feel kalian dalam menulisnya sampai akhir. Kalau sejak awal kalian sudah menentukan tema urband legend, mau tidak mau kalian juga pasti diharuskan membangun situasi yang sesuai dengan temanya. Jangan menulis dengan suatu tema yang kalian sendiri masih ragu-ragu karena justru kalian nggak akan menikmati proses menulisnya, padahal seharusnya setiap proses menulis harus dinikmati untuk membangun feel saat menulisnya.

Dari pengalamanku sendiri ya. Aku pernah sekali nyoba karena pengen banget bikin suatu tulisan yang di sana aku pakai genre horror-romance yang ceritanya sih -direncanakannya- manusia yang jatuh cinta sama hantu gitu. Tapi dari awal aku udah ragu sebenarnya karena aku nggak biasa nulis romance. Dan ternyata bener, aku stuck di halaman 53 karena aku nggak bisa menjiwai apa yang kutulis. Padahal seharusnya, saat kita menulis tokoh jahat, kita harus memasukkan tokoh jahat itu ke dalam diri kita. Saat kita jadi tokoh galak, kita harus memasukkan tokoh itu ke dalam diri kita. Fungsinya apa? Untuk menjiwai apa yang sedang kita tulis dan kisah apa yang sedang kita ceritakan. Tapi jangan sampai lupa kembali ke karakter kalian sendiri lho ya.

Celengan Pengetahuan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang