Adapun tema acara kita pada malam hari ni adalah "KEJAR MIMPIMU BERSAMA AL-QUR'AN" bersama Ustadz Suhardi Alhafiz.
Disini saya akan membahas maksud dari kejar Mimpimu bersama Al-Qur'an.
Dan menggali lebih dalam lagi makna Al-Qur'an.Sebelumnya, mari kita mentadabburi satu ayat dari surat yang disunnahkan dibaca di hari Jumat: Al Kahfi
Tentang keinginan luar biasa Nabi Musa untuk menemui Khidhir. Di tempat bertemunya 2 lautan. Meskipun ia tak tahu di mana tempat itu berada, dan berapa lama waktu yang akan ditempuhnya.
{ وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا }
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun’.”
(QS Al Kahfi [18]: 60)Bisa saja dalam perjalanan, kematian itu datang menemuinya sebelum ia sempat menemui Khidhir.
Lalu pertanyaannya, hikmah apa yang bisa kita ambil dari ayat ini? Ada yang tau?Saat kita sudah merencanakan sebuah cita-cita, teguhkanlah pendirian seperti Musa. Dan teruslah berjalan.
“Laa abrahu hattaa ablugha”
“Aku takkan berhenti hingga aku sampai”
“I will not stop until I reach”Bahkan jika hal itu memakan waktu yang lama,
“au amdhiya huqubaa”
“atau aku akan terus berjalan hingga bertahun-tahun”
Maka apabila usia kita telah habis, kita akan mati di atas jalan meraihnya.Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan langkah kita selama itu adalah jalan yang diridhaiNya.
Lantas bagaimana kalau cita-cita itu adalah sesuatu yang mulia?
Pergi haji, hafal Qur’an 30 juz, menuntut ilmu, hijrah menjadi hamba yang lebih baik, dll?
Baik. Coba dengarkan ayat Alqur'an yang sangat mulia ini.{ … وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا }
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS An Nisaa’ [4]: 100)Teman teman sekalian. Maka. Tidak sempurna rasanya menyelami samudera jika tak mendapatkan intan, permata, dan mutiaranya. Begitu pula ketika menyelamati kedalaman samudera Al-Quran.
Tidak sempurna rasanya jika tak mendapatkan intan permata atau barang berharga lain di dalamnya. Kira-kira itulah pesan yang tertangkap dari Kitab Jawahir Al-Quran karya al-Ghazali (w. 505 H), salah satu karya yang sangat penting bagi para penyelam kandungan dan makna Al-Quran. Layaknya para penyelam yang tentu memerlukan rambu dan panduan agar sampai tujuan dan tak tersasar, maka kitab ini pun ibarat peta, arah, dan panduan bagi siapa pun yang ingin menyelami kedalaman samudera Al-Qur'an agar berhasil sampai tujuan atau mendapatkan barang-barang mulia berharga yang diinginkan. Dalam Kitab Jawâhirul Quran ini, Imam Al-Ghazali mengungkap 10 permata mulia dari kedalaman samudera Al-Quran ([Beirut, Daru Ihya’il Ulum: 1986], cetakan kedua, halaman 34).
Dengan kata lain, seluruh kandungan Al-Quran tidak akan terlepas dari kesepuluh permata mulia ini.
Teman teman sekalian.Permata-permata itu merupakan turunan, cabang, atau tambahan dari tiga permata utama paling mulia.
Yaitu pertama, mengetahui perkara yang diserukan (Allah);
kedua mengetahui jalan lurus agar sampai kepada perkara yang diserukan;
ketiga, mengetahui keadaan setelah sampai kepada perkara yang diserukan.Pertama, informasi tentang zat Allah. Oleh Imam Al-Ghazali informasi tentang ini diibaratkan dengan batu yakut.
Bukan sembarang batu yakut, melainkan yakut merah. Layaknya batu yakut merah sebagai batu yakut paling langka, paling berharga, sekaligus paling indah, maka informasi tentang zat Allah pun merupakan informasi paling langka, paling mulia, dan paling berharga dalam Al-Quran.
Keberadaannya tidak banyak, wilayahnya paling sempit, paling rumit, paling sulit diterima akal dan nalar. Yang disampaikan Al-Qur’an tentangnya hanya berupa tanda-tanda atau isyarat.
Semua penyampaiannya mengacu pada penaqdisan atau pensucian mutlak, sebagaimana ayat-ayat berikut, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia,” (Surat As-Syura ayat 11); Katakanlah, ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia,’” (Surat Al-Ikhlas ayat 1-4).
Banyak ayat yang berbicara tentang sifat-sifat-Nya, seperti maha pemurah, maha penyayang, maha melihat, maha mengetahui, maha mendengar, maha kuasa, maha melapangkan, maha menyempitkan, maha memberi, dan sebagainya.
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,” (Surat Al-Fatihah ayat 1).
Ketiga, informasi tentang perbuatan Allah. Masih diibaratkan dengan batu yakut, hanya saja ibarat yakut kuning. Jumlahnya lebih banyak dari batu yakut merah dan yakut abu kehitaman, sehingga tak semahal dan semulia yakut merah.Pun demikian dengan informasi tentang perbuatan-perbuatan Allah. Jumlahnya cukup melimpah dan tak terhitung jumlahnya oleh siapa pun yang ingin menghitungnya. Bahkan, segala sesuatu yang ada di alam wujud tak lain adalah perbuatan-Nya.
Dalam hal ini, Al-Qur’an telah mengungkap perbuatan-perbuatan Allah dan mengajak manusia untuk merenungkan alam ciptaan-Nya, baik alam ciptaan yang besar maupun alam ciptaan yang sangat kecil, baik yang ada di alam kesaksian (syahadah) maupun di alam gaib atau alam malakut.Yang ada di alam kesaksian contohnya langit, bumi, bintang, gunung, pohon, hewan, lautan, tetumbuhan, air, dan sebagainya.
Semuanya mengungkap keagungan dan kebesaran Allah di belakangnya. Semuanya tak luput dari sorotan Al-Quran dalam rangka menggiring manusia untuk mengenal Allah dan menempuh jalan-Nya.Hebatnya, selain menciptakan setiap makhluk dalam ragam dan rupa yang paling sempurna, Allah juga mencukupkan apa pun yang dibutuhkannya. Salah satu alam yang diciptakan-Nya adalah alam binatang. Yang terkecil adalah nyamuk, lalat, lebah, laba-laba, dan yang lainnya.
Coba perhatikanlah lebah dan keajaiban-keajaiban penciptaannya yang tak terhingga, terutama dalam menghasilkan madu. Perhatikan pula keajaiban arsitektur dalam membangun sarangnya.Bentuknya segi enam. Tujuannya agar tidak memakan tempat bagi rumah kawan-kawannya. Sungguh, saking banyaknya, mereka sampai berdesakan di dalam satu sarang.
Andai bentuk rumah-rumah lebah itu berbentuk bulat, tidak segi enam, tentunya di luar bulatan itu akan ada lubang-lubang yang tak terpakai. Sebab, bulatan-bulatan tersebut tidak tersusun rapat.Demikian pula antara bulatan yang satu dengan bulatan lain tidak akan menyatu. Berbeda halnya rumah-rumah lebah itu berbentuk segi empat.
Semuanya akan tersusun rapi, terlihat menyatu, dan tak menyisakan lubang kosong.
Hanya saja bentuk tubuh lebah itu sendiri cenderung bulat. Sehingga jika rumahnya dibentuk segi empat, tetap akan ada ruang kosong yang tidak terisi.
Karenanya, tidak ada bentuk rumah yang paling mendekati bentuk tubuhnya kecuali segi enam. Dari sanalah kehebatan arsitektur lebah dapat diketahui.
Demikian sementara tiga permata Al-Quran yang berkenaan dengan zat, sifat, dan perbuatan Allah. Insya Allah, permata Al-Qur’an lainnya akan diuraikan pada tulisan berikutnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celengan Pengetahuan 2
DiversosBerisi catatan materi, tips, info, dsb. -> Lanjutan dari Celengan Pengetahuan Cover © to the rightfull owner, from google