Chapter 6

188 26 88
                                    

Ravel memandang dirinya di cermin. Menatap dalam sosok dirinya di cermin. 

"Kalau Mama masih ada, Ravel pasti gak akan seperti ini.. Ravel Capek seperti ini Ma. Ravel ingin hidup normal" ucap Ravel dalam hati.

Tepukan keras di pundaknya sukses membuyarkan lamunan Ravel "Jangan kebanyakan ngelamun, mau mati muda lo???" ucap Arro yang tiba-tiba muncul di belakang Ravel.

"Memangnya Lo gak bisa ngelakuinnya tanpa gua? selama ini gua selalu nurut kan sama lo dan Papa. Sekali aja kenapa sih kalian gak nginjinin gua bebas?" ucap Ravel.

"Pasti masalah perempuan itu lagi.. Rav.. Kalau lo kaya raya dan punya kekuasaan yang mempuni, perempuan mana pun yang lo mau juga bisa lo raih. Lagian selera lo rendah banget sih, punya cewek cantik banget juga engga, seksi juga engga. Cewek kaya gitu lo bela-belain" ucap Arro.

"Gua sayang sama dia.. Gua terima dia apa adanya" ucap Ravel.

"Lo memang menerima dia apa adanya, tapi dia bakal menerima lo apa adanya gak kalau tau tindakan kotor lo? udahlah Rav.. lo harus terima kenyataan.. perempuan yang menerima kita apa adanya ya yang ada di lingkungan kotor kita juga. Lo mau kehilangan perempuan itu seperti kita kehilangan Mama?" ucap Arro.

"Semua ini salah Papa, seharusnya dia bisa membahagiakan kita dengan jalan yang benar" ucap Ravel.

"Lo jangan kaya anak kecil deh Rav...ada urusan lain yang jauh lebih penting dibanding dengerin rengekan sampah lo ini. Kita semua butuh  kecerdasan otak lo, bukan rengekan lo" ucap Arro yang mulai tak sabar dengan rengekan adiknya.

Ravel diam, ia tak kuasa melawan kakaknya sendiri. Kak Arro bisa membuat beberapa bagian tubuh Ravel patah dalam waktu singkat. Ravel tak punya pilihan selain menurut pada perintah kakaknya. Walau kakaknya terkenal kejam, tapi nyatanya Kak Arro telah beberapa kali menyelamatkan nyawa Ravel dalam pekerjaan mereka. Ravel merasa berhutang budi pada kakaknya.

Ravel lalu mengganti bajunya lalu memasukkan berbagai peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung pekerjaannya ke dalam tas ransel berwarna hitam. Kak Arro dan 2 asistennya sudah berada di dalam Mobil Pajero Sport Hitam. Ravel segera menyusul, Ia segera masuk ke dalam mobil, lalu mobil melesat dengan kecepatan tinggi.

***

Nadya mendengar suara mobil kak Alex memasuki pekarangan rumahnya. Dia langsung buru-buru merapikan diri di cermin, mengambil tas, lalu segera ke depan rumah. Gio turun dari mobil kak Alex. Ada yang berbeda dengan Gio, dia tidak memakai kaos hitam polos dan celana militernya. Gio memakai Polo Shirt Hitam dengan motif garis putih horizontal di bagian dada dan celana jeans berwarna abu-abu gelap. Setelan baju yang pernah dipilihkan Nadya untuknya. Rambut Gio juga terlihat lebih tertata rapi. Nadya tersenyum ke arah Gio, dan Gio pun membalas senyuman Nadya.

Gio lalu berjalan mendekati Nadya yang masih berdiri di teras "Gimana? aku pantas pakai setelan baju ini?"

"Iya... kelihatan lebih manusia" ucap Nadya.

Gio tertawa kecil... "Kamu suka?" tanya Gio.

Nadya mengangguk.

"Suka sama bajunya atau sama orangnya?" goda Gio.

"Oooo jadi kamu udah bisa godain aku ya? aku bilangin Kak Alex nih" ucap Nadya.

"Bilang aja" ucap Gio.

"Kamu gak takut sama kak Alex?" tanya Nadya.

My Security BlanketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang