Gio berkunjung ke panti asuhan tempat dia menghabiskan waktu kecilnya. Seperti biasa, jika dia punya uang lebih dari hasil tip kerja lapangan dia akan menyisihkan untuk disumbangkan ke panti asuhan. Gio bertemu dengan Bu Rini lalu memberikan amplop berisi uang untuk membantu biaya operasional panti. Bu Rini sangat senang dengan kehadiran Gio, dari sekian anak panti yang sudah tinggal mandiri di luar sana tak banyak yang suka berkunjung ke panti, terkecuali Gio. Dia tidak pernah melupakan dimana tempat ia berasal dan orang-orang yang berjasa untuk membesarkannya.
"Terima kasih atas bantuannya ya Nak. Semoga kamu selalu sehat, bahagia, selalu dipermudah rizkinya, dan memiliki pasangan hidup yang baik.. Ngomong-ngomong soal pasangan hidup, kamu sudah menemukan seseorang belum?" tanya Ibu Rini.
"Hemmm... aku mau fokus kerja dulu Bu.. lagi pula aku masih jauh dari mapan" ucap Gio.
"Mapan itu relatif nak, setiap orang punya ukuran mapan yang berbeda-beda. Makanya kamu cari pasangan yang punya ukuran mapan yang sama kaya kamu, dan yang lebih bagus lagi yang menerima kamu apa adanya" ucap Bu Rini.
"Hidup di kota besar itu biaya hidupnya cukup mahal Bu.. aku cukup realistis jika seorang perempuan menginginkan kemapanan. Aku merasakan sendiri bagaimana hidup pas-pasan dengan gaji kecil sebelum bekerja di tempatku sekarang. Aku tidak ingin membagi kesusahanku kepada keluarga kecilku nanti Bu. Aku yang bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan Istri dan anak-anak aku kelak" ucap Gio.
"Perkataanmu itu benar, tapi kamu jangan terlalu terobsesi dengan kemapanan Nak. Semakin kamu mapan, kamu akan kesulitan untuk melihat orang yang benar-benar tulus sayang sama kamu. Karena orang yang tulus sayang sama kamu itu menerima keadaan kamu baik saat sebelum mapan mau pun sesudah mapan. Seperti saat kamu mendaki gunung, ada orang yang bersusah payah menemani setiap langkahmu hingga sampai puncak, dan ada orang yang berdiam diri dan menunggumu di atas puncak. Pilihan ada di kamu, Ibu harap kamu mengerti maksud ibu ya" ucap Bu Rini.
Gio mengangguk "Aku paham Bu.. doakan aku ya Bu semoga aku bisa mendapatkan pasangan hidup yang menemani setiap langkahku sampai ke puncak"
"Iya Nak, Ibu selalu mendoakanmu. Kamu anak baik, kamu layak mendapat pasangan yang baik juga" ucap Bu Rini sambil mengelus lembut kepala Gio.
Gio lalu mencium tangan Bu Rini dan pamit pulang.
Saat sedang menunggu Taxi, Gio memeriksa handphone-nya. Dia terkejut karena ada 20 panggilan dari Nadya. Selama di panti, Gio memang sengaja me-silent HP-nya. Gio lalu menghubungi Nadya.
"Halo Nad, ada apa?"
"Kamu di mana? aku menunggumu di lobby apartemen dari 1 jam yang lalu. Apa kamu baru bangun tidur?"
"Aku sedang di luar, ada perlu apa?"
"Eummm aku membawakan makan siang untuk kamu, tapi kamu sedang di luar ya?"
"Yasudah kamu titipkan saja ke Satpam, aku belum bisa pulang dalam waktu dekat"
"Hemmm begitu yah? yasudah aku titip sama Pak Satpam ya. Jangan lupa dimakan, aku yang memasak sendiri khusus buat kamu"
"Ya.. terima kasih"
"Bye Gio.."
Taxi Gio sudah datang, dia lalu segera naik untuk pulang ke apartemen. Gio berbohong jika dia belum bisa pulang dalam waktu dekat. Jarak panti asuhan dengan apartemennya tak terlalu jauh. Hanya 20 menit perjalanan saja. Gio sengaja menghindari Nadya kecuali jika Alex yang memintanya. Gio masih berusaha memulihkan sakit hatinya. Menghindar dari Nadya mungkin yang terbaik untuk saat ini.
Gio sudah sampai lobby apartemennya, dia segera mengambil makanan yang dititipkan Nadya kepada Pak Satpam. Dia lalu segera naik ke unit apartemennya. Gio segera membuka beberapa kotak makan yang dibawakan Nadya untuknya. Dia lalu membukanya satu persatu. Kotak pertama berisi Bebek Panggang tanpa tulang, kotak kedua berisi Tumis Brokoli Saus Tiram, kotak ketiga berisi sambal mangga, kotak keempat berisi potongan buah-buah segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Security Blanket
RomanceGio Camaro, seorang yatim piatu yang direkrut menjadi pasukan pengaman pengiriman uang tunai, tak pernah menyangka jika hidupnya dekat dengan kematian. Gio awalnya tidak merasa takut akan apa pun sampai sebuah peristiwa tragis memaksanya mengerti ar...