Chapter 21

183 26 58
                                    

Gio dan Nadya sedang di perjalanan menuju Bandara untuk menjemput Alex dan Lara. Setelah 1 minggu penuh mereka berbulan madu akhirnya Alex dan Lara pulang juga. 

Gio selesai memarkirkan mobil Alex, setelah itu Gio dan Nadya berjalan beriringan menuju tempat kedatangan penumpang International.

"Nad.. sepertinya aku mau ke toilet dulu. Kamu tunggu di sini ya jangan kemana-mana" perintah Gio.

"Aku bukan anak kecil lagi Gio, yaudah sana" ucap Nadya.

Nadya melihat jam tangannya, hemm... pesawatnya belum landing. Masih 20 menit lagi untuk landing. Nadya lalu pergi ke salah satu Coffee Shop terdekat untuk membelikan Cappucino untuk Gio. Setelah selesai membayar di kasir. Lalu ada seseorang yang memanggilnya.

"Nadya... masih ingat Om?" ucap laki-laki paruh baya dengan rambut hitam kelimis dan mengenakan jas berwana merah maroon yang merupakan ciri khasnya.

"Om Vito, tentu saja aku ingat" ucap Nadya lalu mencium tangan Om Vito dengan sopan.

"Apa kabar? lama sekali kita tidak berjumpa" ucap om Vito.

"Baik Om.. semoga Om Vito dan.... Ravel baik-baik saja" ucap Nadya. Om Vito adalah papanya Ravel.

"Ya.. seperti yang kamu lihat.. om baik-baik saja..Oiya Om sudah dengan kabar bahwa kamu dan Ravel telah putus. Sangat disayangkan.. tapi mungkin itu yang terbaik untuk kalian" ucap Om Vito sambil tersenyum.

"Iyaa Om.. mungkin itu yang terbaik bagi kami.. oiya om mau ke luar kota?" tanya Nadya.

"Ya.. om bersama Ravel.. tapi sepertinya dia masih di toilet" ucap Om Vito.

"Eummm... Ravel mau bantu ngurus bisnis Om Vito?" tanya Nadya ragu-ragu.

Om Vito tersenyum penuh arti "Mengurus bisnis? ya begitulah kami menyebutnya"

"Eumm semoga semuanya lancar" ucap Nadya.

"Om tahu kamu perempuan yang baik.. karena itu Om yakin kamu akan mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari anak Om.. Ravel putus dengan kamu bukan karena dia tidak sayang sama kamu lagi, tapi karena dia sangat menyayangi kamu" ucap Om Vito.

"Eummm aku tidak mengerti Om" ucap Nadya yang tidak bisa menebak kemana arah pembicaraan om Vito.

"Suatu saat kamu akan mengerti mengapa kamu harus berpisah dengan Ravel" ucap Om Vito dengan senyum misteriusnya.

Sementara itu Gio telah selesai dengan urusan toiletnya, saat dia hendak membuka pintu. Dia mendengar sedikit keributan di luar. Gio mengurungkan keinginannya untuk keluar dari toilet.

Ravel didorong ke tembok hingga ia terpojok. Kerah bajunya diangkat tinggi oleh Arro.

"Lo pikir lo lebih cerdas dari gua hah? lo mau coba kabur lagi kan?? gak cukup kepala lo gua bikin bocor dan luka memar di sekujur tubuh lo??" ucap Arro dengan tatapan yang sangat mengerikan.

Ravel mencoba memberontak saat Arro mulai mencekik lehernya, namun sia-sia saja karena tangan kanan dan kirinya dipegangi oleh Ron dan Ed. Ravel mulai kehabisan nafas. Arro lalu melepaskan cekikannya dengan kasar. Ravel langsung terbatuk-batuk dan ambruk begitu saja.

"Cuci muka lo sebelum ke luar, gua tunggu di tempat Papa. Ron, Ed tunggu di luar toilet. Jangan sampai dia kabur lagi" ucap Arro lalu meninggalkan adiknya begitu saja.

Ravel masih mencoba mengatur nafasnya. Jika Arro tidak segera melepaskan cekikannya mungkin nyawanya tidak tertolong.

Gio mengintip dari pintu toiletnya yang ia buka sedikit. Tersisa Ravel yang masih duduk di lantai dengan nafasnya yang terengah-engah. Gio lalu membuka pintu, menghampiri Ravel. Dia menghentikan langkahnya tepat di depan Ravel. Gio mengulurkan tangannya pada Ravel.

My Security BlanketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang