32

2.7K 387 199
                                    

🍀DEAR NAME🍀
***

'Tidak semua kondisi hamil harus melalui gejala kehamilan seperti mual dan pusing.. Mungkin Sejeong-ssi sadar jika terlambat datang bulan dan karena selama kehamilannya dia mengalami kelelahan dan stress berat, dia sampai mengabaikan hal itu dan tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa.'

'Sangat disayangkan.. Janin yang ada dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan.. Usia kehamilan yang terlalu muda memang sangat rentan mengalami keguguran..'

Kriet..

"Sejeong-ah?"

Wanita itu menoleh, wajahnya datar menatap sosok wanita tua yang menatapnya khawatir. Sejeong perlahan tersenyum tipis.

"Eomma..." Suara lirih wanita itu membuat sang ibu mertua tercekat. Kemudian air mata menetes dari matanya.

"Maafkan aku, eomma..."

Ibu Doyoung mendekatinya, menarik Sejeong dalam pelukannya. Wanita itu menangis dengan keras. Hal yang paling tidak pernah dibayangkannya diantara semua hal, kenapa dia harus keguguran tanpa tahu jika dirinya sendiri sedang mengandung?

Minyoung mendengar suara tangisan ibunya dari luar kamar rawat. Gadis kecil itu menahan tangisannya dengan ditemani Daniel dan Siyeon disana.

Daniel sendiri yang membawa Sejeong ke rumah sakit bersama Siyeon dan managernya. Dengan ponsel milik Sejeong mereka menghubungi suami wanita itu. Ya, hanya kontak itu yang ada di panggilan terakhir dalam ponselnya. Apalagi kontaknya yang diberi nama 'suamiku' semakin memperjelas itu.

"Paman.." Minyoung menarik ujung jas milik Daniel. Pria itu menunduk, tersenyum tipis pada Minyoung dan mengusap rambutnya pelan.

"Eomma tidak apa-apa, kan?" Daniel melirik Siyeon. Perempuan itu tersenyum sedih dan mengangguk. Daniel kembali memusatkan perhatiannya pada Minyoung, berjongkok dan mengusap air mata gadis kecil itu.

"Eommamu tidak apa-apa, hm.. Minyoung tidak perlu khawatir..."

Minyoung tidak bisa menahannya lagi. Gadis kecil itu menangis, spontan Daniel memeluknya. Dia berusaha menenangkan gadis kecil itu.

Disisi lain, kembali pada kamar rawat. Sejeong tidak banyak bicara. Dia hanya diam dan terlihat sangat murung. Apalagi dalam enam jam dari sekarang dia akan melakukan kuretase. Dia masih syok dengan kondisinya.

Keguguran.

Setiap kata itu terngiang, Sejeong tidak bisa menahan dirinya untuk menangis.

"Eomma.."

"Iya, sayang..?" Ibu mertuanya itu mengusap kepala Sejeong lembut. Wanita itu tidak bisa dibiarkan murung terus.

"Doyoung tidak tahu ini, kan?" Ibu mertuanya diam dan tersenyum. Beliau menggeleng pelan.

"Yoojin yang menjawab telepon dari CEOmu itu karena Doyoung sedang take adegan. Lalu Yoojin menghubungiku dan aku sudah memberitahunya untuk diam." Sejeong bernapas lega. Tangannya mengusap perut datarnya.

Jika saja dia tahu bahwa ada nyawa didalam sana, dia bisa menjaga kondisinya lebih baik. Tidak terlalu memusingkan kondisinya dan Doyoung. Janin itu bisa saja menjadi anak keduanya. Minyoung bisa memiliki seorang adik.

Jika dipikirkan sekali lagi, terjawab sudah apa yang membuat Sejeong menjadi lebih sensitif dari biasanya. Dia memang tidak merasakan langsung tanda kehamilan seperti mual atau morning sickness layaknya yang pernah dia rasakan sebelumnya. Namun perubahan hormon itu membuatnya mudah marah dan tersinggung. Dia mengira itu karena cemburu semata atau sejenisnya, namun tanpa sadar ada hal lain yang membuatnya seperti itu.

DEAR NAME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang