55

2.5K 320 109
                                    

Jika Doyoung harus bercerita kapan hari dia merasa paling putus asa disepanjang dia hidup, makan dia akan mengatakan bahwa menunggu Sejeong bangun adalah jawabannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika Doyoung harus bercerita kapan hari dia merasa paling putus asa disepanjang dia hidup, makan dia akan mengatakan bahwa menunggu Sejeong bangun adalah jawabannya.

Sudah genap seminggu sejak Sejeong selesai melakukan operasi pengangkatan kankernya dan dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Justru sejak hari keempat kondisi wanita itu semakin memburuk. Dihari kelima kemudian Sejeong dinyatakan koma.

Ada cedera ringan pada batang otaknya. Lalu bagaimana Sejeong dinyatakan koma adalah karena Sejeong tidak bisa memberi respon penuh setiap melakukan pemeriksaan rangsangan dan respon yang diberikan Sejeong semakin melemah setiap harinya.

Maka dari itu Doyoung semakin frustasi dengan keadaan yang ada. Setiap waktu besuk dia sama sekali tidak melewatkannya dan terus disamping Sejeong, memberikan banyak kata-kata penyemangat agar wanita itu kembali. Sejeong harus bangun.

Seperti saat ini, Doyoung duduk manis disamping ranjang istrinya yang terbaring itu. Kedua matanya sama sekali tidak lepas memandang sang wanita yang sejak kemarin masih memejamkan matanya itu.

Seungyoun juga sedang berada disana memeriksa Sejeong sebentar. Setelahnya terdengar helaan napas berat sambil dirinya melirik Doyoung yang terlihat menatap kosong kearah Sejeong.

"Apa masih sama?" Gumam Doyoung pelan tanpa mengalihkan pandangannya. Dari sudut matanya dia bisa melihat Seungyoun yang mengangguk.

Pria itu ingin menguatkan Doyoung jika Sejeong akan bangun, namun disisi lain karena dirinya yang sangat paham dengan kondisi kesehatan wanita itu justru merasa semakin tidak percaya diri. Dia semakin tidak yakin jika Sejeong bisa bertahan.

"Aku permisi dulu.."

Doyoung tidak membalas dan membiarkan Seungyoun keluar dari ruangan itu. Perlahan dia meraih tangan sang istri dan menggenggamnya dengan hati-hati.

"Sejeong-ah.. Minyoung minggu depan akan bertanding.. Kau tidak ingin melihatnya, hm?" Gumamnya pelan tepat disamping telinga sang istri. Tangannya yang lain mengusap-usap lembut kepala wanita itu.

"Minyoung hampir mengundurkan diri karena sangat ingin kau melihatnya bertanding minggu depan.. Jadi bangunlah.. Kau tahu Minyoung sejak lama ingin ikut bertanding-"

"Kau mendengar suaraku kan, sayang? Tolong bangun, hm?"

Tatapannya terlihat sangat putus asa, berbicara sendiri tanpa ada respon dari Sejeong. Sesekali matanya terpejam dan menghela napas, berusaha menahan agar tidak lagi mengeluarkan air mata. Dahinya berkerut kuat sambil berusaha mengingat-ingat sesuatu.

"Aku merindukan suaramu.." helaan napas keluar, "aku hampir melupakannya, Sejeong-ah.. Aku tidak bisa mengingatnya.."

Doyoung terlihat sangat gelisah ketika dia berusaha mengingat-ingat suara istrinya. Entah kenapa dia bisa melupakan hal itu. Kepalanya tertunduk sambil menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Punggung itu tampak rapuh bagi siapapun yang melihatnya, termasuk beberapa perawat yang kebetulan ada disana dan melihat Doyoung.

DEAR NAME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang