finding out his reason

116 19 4
                                    

Kedua tangan Mallory menangkup rahang Jeffrey, matanya memperhatikan wajah adik sepupunya itu lekat-lekat. Sirat kekhawatiran terlihat jelas di mata gadis itu.

"Serius ga sakit?"

Jeffrey menggeleng. "Orang tangannya lemes gitu, ga berasa apa apa."

"Maaf ya, Jeff."

"Kan gue udah bilang gue guardian lo. Gue di sini buat jagain lo, oke? Sekarang jelasin sama gue, kenapa bisa sampai kayak tadi?" Tanya Jeffrey.

Kedua pundak Mallory terangkat, menandakan bahwa ia sendiri tidak mengerti. "Ga tau, tiba-tiba ada di depan."

"Dia mau nampar lo, Mallory. Pasti ada yang ga beres."

Mallory terdiam, mencoba mengulang kejadian tadi di kepalanya. Tiba-tiba, Mallory menjentikkan kedua jarinya.

"Ya ampun! Dia tau gue pergi ke rumah Doyoung tiga hari!" Seru Mallory.

"Waktu itu gue udah bilang sama lo, gimana kalau ceweknya tau. Apalagi lo dibawa ke keluarganya. Pantes aja dia ke sini."

Mallory menggeleng dengan gusar. "Bukan, bukan itu poinnya, Jeff!"

"Terus?"

"Doyoung ga ada kabar lebih dari seminggu dan Dabin tau semuanya. Something is wrong."

Mallory langsung menyambar tasnya dan berdiri.

"Gue harus pergi."

"Makasih, pak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih, pak."

Mallory tersenyum sambil memberikan lembaran uang pas untuk membayar taksi. Setelahnya, ia segera turun dan memasuki gedung pencakar langit yang sudah pernah ia datangi sebelumnya, gedung apartemen Doyoung.

Kaki Mallory melangkah memasuki gedung besar itu sambil menghubungi nomor ponsel Doyoung. Namun, sama seperti hari-hari sebelumnya, hanya nada sambung yang tidak kunjung berhenti yang dapat Mallory dengar. Nomor laki-laki itu aktif, tetapi ia tidak sama sekali mengangkat panggilan Mallory.

Pada akhirnya Mallory menyerah untuk menghubungi Doyoung. Gadis itu mempercepat langkahnya keluar dari lift. Setelah sampai di depan pintu apartemen Doyoung, jari Mallory memencet bel dengan brutal. Tidak lama kemudian, pintu akhirnya terbuka.

Mallory mematung, bertatap mata dengan sang empunya apartemen tanpa mengucapkan satu kata pun. Sedetik kemudian, Doyoung bergerak untuk kembali menutup pintu, tetapi laki-laki itu kalah cepat dengan Mallory yang sudah lebih dulu menyelipkan badannya dan sengaja mendesak pintu agar terbuka. Mallory kira, Doyoung akan mendorongnya keluar setelah ia memaksa masuk, tetapi laki-laki itu malah menariknya ke dalam dan menutup pintu dengan gerakan secepat kilat.

"Kamu ngapain ke sini?" Ujar Doyoung sangat pelan, nyaris seperti bisikan.

Tidak ada lampu yang menyala dalam apartemen Doyoung. Satu-satunya penerangan adalah cahaya dari TV yang menyala. Walaupun cahayanya remang-remang, Mallory masih dapat menatap mata Doyoung.

mallory [kim doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang