mark's whole world

108 19 1
                                    

Deringan ponsel membuat Mark terpaksa membuka matanya dini hari, saat matahari bahkan belum terbit. Ia membuka mata, menyadari bahwa ia tertidur di kamar sang kakak sendirian. Tangannya meraih ponsel, hanya untuk mendengar dua kalimat yang sukses membuat kesadarannya terkumpul sempurna dalam hitungan detik.

"Gue nemuin kak Mal! Ke rumah sakit, sekarang!!"

Dua kalimat yang diucapkan Jeffrey berhasil membuat jantungnya langsung berdetak tidak karuan. Mark tidak lagi mementingkan mandi. Ia segera mengambil kunci mobil dan pergi sendirian ke rumah sakit yang disebutkan oleh Jeffrey setelah mendapat kabar dari pelayan rumahnya bahwa sang ayah tidak pulang semalaman, yang berarti kemungkinan besar Jeffrey sudah menghubungi ayahnya juga.

Jam masih menunjukkan tepat pukul 3 dini hari. Jalanan yang sepi membuat Mark tanpa ragu berkendara dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia tidak menghabiskan banyak waktu untuk sampai. Matanya menatap kehadiran Doyoung dan Jeffrey berdiri dengan kepala tertunduk di depan pintu ruangan darurat. 

"Kak Mallory kenapa?! Kalian nemuin kak Mal dimana?!" Tanya Mark langsung, sukses membuat Jeffrey dan Doyoung mendongak.

"Bawah lembah. Jalanan sepi, ga ada satu pun CCTV di sana. Kemungkinan besar kecelakaan." Jawab Jeffrey singkat, tidak tahu lagi harus berkata apa karena dirinya sendiri masih terlalu shock.

Mark terdiam. Jiwanya seperti melayang entah kemana. Ia bersandar pada tembok di belakangnya, menahan kaki sekuat tenaga agar tidak terjatuh begitu saja ke lantai. Semuanya terjadi begitu cepat, tidak adil dan tidak masuk akal.

"Lima hari... kakak terbaring gitu aja lima hari... ga ada yang nemuin..." 

Ketakutan mulai menggerogoti Mark. Tepat seperti dugaannya semalam, segala kemungkinan di kepala Mark berujung buruk. Hal itu benar-benar terjadi kali ini, bukan sekadar kemungkinan saja. Tidak perlu ada penjelasan tentang keadaan Mallory. Tanpa satu kata pun, Mark tahu kondisi kakaknya jauh dari kata baik-baik saja. Ia jelas mengerti sang kakak ada di antara ambang hidup dan mati.

"Kak Mal bakal baik-baik aja, Mark." Bisik Jeffrey pelan, seakan mengerti apa yang ada di pikiran Mark.

Mark mengangguk cepat. "Iya. Kakak pasti baik-baik aja. Ga mungkin kakak tega bikin gue sedih, ya kan bang Jeff? Bang Doy?" Tanya Mark penuh harap.

Doyoung, dengan matanya yang sudah memerah akibat menangis hanya bisa mengangguk. Tidak ada satu kata pun keluar dari bibir laki-laki itu. Membuka bibir saja rasanya Doyoung tidak kuat.

Menit berlalu, ketiganya masih setia menunggu di depan ruang darurat dengan hati yang kacau. Mark tidak mempertanyakan keberadaan ayahnya. Ia tahu, apapun yang dilakukan ayahnya sekarang, dimanapun ia berada, sang ayah pasti sedang melakukan sesuatu yang tidak akan sia-sia. 

"Bang Doy, pernah kecelakaan?" Tanya Mark di tengah keheningan.

Doyoung mengangguk.

"Kak Mal juga pernah. Kakak juga pernah digodain orang mabuk di pinggir jalan, pernah jatuh dari motor, bahkan kita juga pernah diculik. Hal menegangkan kayak gini udah pernah kejadian berkali-kali. Tapi gue tetap ga bisa terbiasa. Lucu, ya?" Ujar Mark.

Doyoung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Suara parau Mark menyayat hatinya, menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah orang yang paling sakit di sini. Adik Mallory yang ia harapkan menjadi adik iparnya itu terlihat jauh lebih terluka. Jauh, sangat jauh. 

"Waktu gue kecil, gue pernah minta wafer cokelat punya dia. Padahal gue punya sendiri, rasa mocca. Tapi gue mau punya kakak." Mark menjeda kalimatnya untuk tersenyum. Anehnya, walaupun tersenyum, air mata jatuh membasahi pipinya.

mallory [kim doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang