behind their lives

132 17 2
                                    

Sebuah mobil berhenti di depan pintu lift dalam sebuah basement. Dengan segera, dua orang satpam datang, membuka pintu untuk orang di dalamnya. Mallory dan Mark keluar dari dalam mobil tersebut. Setelah keluar, Mark memberikan kunci mobilnya pada seorang satpam, kemudian berjalan bersama Mallory memasuki lift dari gedung perusahaan yang menjadi tempat kerja keduanya.

Seperti sebelumnya, pada hari-hari tertentu, Mallory tidak akan membawa mobil. Gadis itu akan pergi bersama Mark lalu kemudian Mark akan mengantarkannya ke restoran setelah urusannya di perusahaan selesai nanti. Biasanya, Mallory akan datang ke kantor, melakukan kewajibannya sebagai pemimpin perusahaan di ruangannya beberapa kali dalam seminggu.

Mallory tidak memimpin perusahan sendiri. Walaupun secara resmi ia lah pemimpin tertinggi, Mallory punya Mark yang selalu bersanding dengannya. Sang ayah juga tidak jarang membantu Mallory mengurus perusahaan keluarga mereka itu. Satu hal yang selalu Mallory syukuri, ayahnya tidak pernah melarang Mallory untuk mendirikan restoran, asalkan Mallory tetap melakukan kewajibannnya sebagai pemimpin perusahaan.

Pintu lift terbuka, membuat Mallory dan Mark segera melangkahkan kakinya keluar. Suasana kantor masih sangat sepi, alasannya adalah karena memang jam kerja belum dimulai. Mallory selalu datang pagi-pagi sekali dan pergi di siang hari, setelah urusannya selesai. Ia tidak banyak mengenal orang-orang di kantornya, hanya beberapa staff khusus yang mengenal baik Mallory, termasuk sekretarisnya sendiri.

"Selamat pagi, Bu Mirae."

Lee Mirae.

Di kantornya, Mallory dikenal dengan nama aslinya. Meskipun sebenarnya telinga gadis itu lebih terbiasa mendengar nama Mallory, ia tetap tidak keberatan dengan panggilan Mirae.

"Pagi. Jadwal saya hari ini padat?" Tanya Mallory.

"Tidak, bu. Tapi ayah Bu Mirae titip pesan untuk periksa kinerja di pabrik dan kantor distribusi."

Mallory tersenyum. "Oke, tolong atur jadwal kita ke sana. Saya masuk dulu. Nanti kalau ada kiriman dari restoran saya, ambil aja ya, buat kamu kok."

Sang sekretaris membungkuk tidak enak. "Makasih, bu."

Mallory hanya mengangguk, kemudian mengajak Mark masuk ke dalam ruangannya. Mallory memang tidak jarang memberikan makanan pada sekretarisnya, sebagai imbalan karena ia sadar dirinya sudah sangat merepotkan. Sekretaris Mallory bekerja menyesuaikan jam kerja Mallory sendiri, berbeda dengan jam kerja normal kantor. Seringkali Mallory merasa tidak enak karena sekretarisnya harus mulai bekerja lebih awal karena Mallory selalu datang pagi-pagi sekali. Maka sebagai imbalan, Mallory sering memberinya bonus atau makan siang.

Baru saja mendaratkan bokongnya di kursi, Mark segera duduk tepat di depan meja Mallory.

"Kamu kenapa?" Tanya Mallory, mengerti bahwa ada yang ingin adiknya itu sampikan karena ia mengikutinya sampai ruangan.

"Aku baru inget, aku punya info penting. Tapi kakak jangan kaget." Ujar Mark serius.

Kening Mallory berkerut heran. "Info apa, Mark? Ada yang batalin kerja sama?"

"Bukan tentang itu, kak."

"Terus?" Tanya Mallory heran.

"Tentang Choi Hyunki."

Untuk beberapa saat, Mallory terdiam, mencerna apa maksud Mark. Ketika ia mengerti, matanya segera terbuka lebar, bahkan Mallory berdiri sakin terkejutnya.

"Kamu dapet infonya?" Tanya Mallory memastikan.

Mark mengangguk. Tangannya merogoh saku jasnya, kemudian mengeluarkan sebuah flashdisk dari dalam. "Aku minta orang kepercayaan ayah buat cari semua tentang dia. Ini hasilnya, aku belum baca apa-apa, baru dikasih kemarin."

mallory [kim doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang