down

135 18 4
                                        

Doyoung mengunyah makanannya dalam diam, tidak sama sekali tertarik dengan film komedi di TV atau pun tawa Taeyong yang sudah menggelegar memenuhi seluruh apartemennya. Tubuhnya memang sedang duduk dengan posisi kaki bersila di sofa, tetapi pikiran laki-laki itu sudah pergi jauh entah kemana. 

"Lo ga asik banget hari ini Doy, asli. Ketawa kek orang filmnya lucu." Celetuk Taeyong.

Taeyong menatap sahabatnya heran. Hari ini, rencananya ia akan menginap di apartemen Doyoung. Namun bukannya menjadi tuan rumah yang baik dan memperlakukannya dengan selayaknya, Doyoung malah berdiam diri seperti orang yang baru saja terbelit hutang milliaran. Tawa keras Taeyong tidak menganggunya seperti biasa. Bahkan ,Taeyong mengambil makanan ringannya pun Doyoung tidak memberi respons apapun. 

Doyoung menghela napasnya. "Ga mood."

"Lo kenapa, sih? Belakangan ini ga mood terus. Ga seneng naik jabatan apa gimana?"

Doyoung spontan menggelengkan kepalanya. "Gue seneng kok."

"Terus lo kenapa anjir??????"

Bibir Doyoung terkatup rapat. Ia juga menyadari perubahan sifatnya seminggu belakangan, semenjak pertemuannya dengan Yuta di acara peresmiannya menjadi CEO dan makan siangnya bersama Jeffrey dan Mark. Sejak saat itu, rasanya Doyoung kehilangan semangat untuk melakukan apapun kecuali berpikir. Fakta bahwa dirinya sendiri tidak sebanding dengan Mallory terus menghantui pikirannya dan menggerogoti hatinya. 

Mallory adalah gadis dari kalangan atas, hidupnya dilayani dan dihormati oleh banyak orang, keluarganya pemilik perusahaan tempat Doyoung bekerja, ayahnya sukses luar biasa, adiknya cerdas dan berwibawa.  Gadis itu dan keluarganya bukanlah orang biasa. Mereka punya harta dan tahta.

Pertanyaannya, apa Doyoung pantas bersanding dengan Mallory? Tidak mungkin. Dilihat dari sisi mana pun, gadis itu jauh di atas Doyoung. Dibanding dirinya, rasanya Mallory lebih pantas bersanding dengan Yuta, putra dari teman baik ayah Mallory yang juga menjabat sebagai pemimpin perusahaan besar, sama seperti Mallory. Bukankah mereka terlihat sangat cocok? Setidaknya, begitulah yang Doyoung pikirkan.

Taeyong mengerjapkan mata penasaraan saat melihat sahabatnya hanya terdiam sambil menatap langit-langit ruangan. Ia segera menyenggol lengan Doyoung gemas. "Gue nanya woi, malah dikacangin."

Doyoung akhirnya menolehkan kepalanya. "Menurut lo gue harus ngapain?"

"Ngapain apanya sih? Ngomong yang jelas bego." 

"Maju atau mundur?"

"Syahrini?"

"Serius Yong, ah!"

"YA LO GA JELAS INI TOPIKNYA APAAN ANJRIT?!"

Doyoung menghela napas lagi ketika mendengar seruan kesal Taeyong. "Gue ngomongin Mallory." Ujarnya pada akhirnya.

"Emang Mallory kenapa?"

"Malam minggu lalu gue pergi sama Mallory ke acara gitu."

Taeyong mengangkat satu alisnya. "Acara apa?"

"Peresmian CEO baru perusahaan sebelah. Nurunin posisi gitu, dari bokapnya ke anaknya."

"Terus hubungannya sama Mal—sorry, maksud gue Bu Mirae. Hubungannya apaan???" 

"CEO barunya namanya Yuta, dia nyamperin gue dan bilang kalau kita saingan. Adeknya Mallory juga terang-terangan bilang Yuta lagi mepet Mallory." Jelas Doyoung singkat.

Butuh beberapa saat bagi Taeyong untuk mengerti maksud Doyoung. Setelah mengerti, Taeyong malah menatap Doyoung bingung. "Terus gimana sih maksudnya? Ya udah kalau dia bilang bersaing, gas aja. Lagian juga Mallory kan sukanya sama lo?" Ujarnya.

mallory [kim doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang