(not) a very normal day

124 16 0
                                    

Mallory melepas seragam pelayan yang sudah melekat di tubuhnya beberapa jam terakhir. Setelah beberapa kali melakukan perenggangan karena pegal, barulah Mallory mengganti pakaiannya dengan pakaian baru yang lebih nyaman. Usai berganti pakaian, Mallory segera merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang karena ayahnya berpesan untuk pulang lebih cepat hari ini.

Doyoung dan dirinya sudah pulang dari kediaman laki-laki itu dua hari yang lalu. Keduanya langsung disibukkan dengan kegiatan masing-masing setelah liburan singkat di rumah Doyoung berakhir. Mallory belum bertemu lagi dengan Doyoung sejak laki-laki itu mengantarnya pulang ke rumah dua hari yang lalu. Kemarin ia memang pergi ke kantor, tetapi tidak sempat bertemu dengan Doyoung karena ia harus mengurus hal penting bersama Mark. Sedangkan hari ini, Mallory menghabiskan waktunya di restoran.

Tidak banyak kabar yang Mallory terima dari Doyoung. Pesan terakhir yang ia terima dari Doyoung berisi kabar bahwa ia akan sibuk hari ini. Pesan itu dikirim tadi siang dan tidak ada kabar lagi dari Doyoung setelah itu. Mallory mewajarkannya, karena ia sendiri bukan lah seseorang yang harus dikabari setiap saat. Ia yakin Doyoung pasti akan memberi kabar lagi, setidaknya sebelum ia tidur malam ini.

Suara pintu yang terbuka membuat Mallory mengalihkan fokusnya. Ia tersenyum simpul saat melihat Jeffrey bersender di ambang pintu ruangannya.

"Yuk, pulang." Ajak Jeffrey.

Mallory mengangguk dan mengambil tasnya, kemudian berjalan menghampiri Jeffrey. Hari ini Mallory tidak membawa mobilnya karena Jeffrey menjemputnya tadi pagi, jadi laki-laki itu juga lah yang mengantar Mallory pulang.

Saat melewati dapur, Mallory tidak lupa menghampiri pekerjanya di dapur. "Saya titip restoran, ya. Saya sama Jeffrey harus pulang duluan." Ujar Mallory.

Sebenarnya, ada rasa tidak enak dalam diri Mallory karena harus meninggalkan restoran, padahal sekarang masih jam setengah tujuh malam. Apalagi Jeffrey ikut bersamanya, maka tidak ada yang bertanggung jawab atas restoran. Namun, mau tidak mau Mallory harus melakukannya karena permintaan sang ayah yang menyuruhnya pulang lebih cepat. 

"Restoran aman ga, ya?" Gumam Mallory di dalam mobil.

"Aman pasti. Tenang aja." Ujar Jeffrey.

Mallory hanya mengangguk. Tiba-tiba, ponsel gadis itu bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Mallory segera mengambil ponselnya. Matanya menatap deretan nomor tidak dikenal yang tertera di layar lebih dulu, kemudian baru mengangkatnya.

"Halo?"

"....."

Kening Mallory langsung berkerut. "Halo? Ini siapa, ya?"

"...."

"Ha—Eh? Kok dimatiin?"

Melihat Mallory kebingungan sendiri, Jeffrey menoleh sebentar. "Siapa, Mal?" Tanyanya.

Mallory mengangkat kedua pundaknya sambil menggeleng. Ia menatap layar ponselnya. Panggilan itu terputus, tidak ada suara apa-apa yang Mallory dengar.

"Ga tau. Mungkin anak kecil lagi iseng kali, ya? Nebak-nebak nomor random." Ujar Mallory asal.

"Ga ada yang ngomong?"

Mallory menggeleng.

Jeffrey langsung menoleh tepat di saat lampu berubah menjadi merah. Ia menatap sang kakak sepupu khawatir mengingat hal seperti ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu pada Mallory dan Mark.

"Mau gue bantuin lacak? Takutnya saingan bisnis ayah lo lagi." Ujar Jeffrey.

Mallory menggeleng sambil mematikan ponselnya lagi. "Ga mungkin. Logikanya gini Jeff, dulu kan gue masih kecil makanya jadi target. Kalau sekarang? Gue sama Mark sama-sama udah terjun ke perusahaan, ga mungkin mereka targetin lagi."

mallory [kim doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang