pick up the missing kid

118 17 1
                                    

"Harus di gedung?"

Doyoung mengangguk tanpa menoleh sebagai respon untuk Mallory. Matanya sibuk membaca satu dari sekian banyaknya majalah khusus dari wedding organizer yang sudah dipesan ayah Mallory dan kedua orangtuanya sendiri. Dua minggu sudah berlalu semenjak Doyoung mendatangkan kedua orangtuanya ke rumah Mallory untuk melamar gadis itu. Kini, Doyoung dan Mallory disibukkan oleh persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan diselenggarakan tiga bulan lagi.

"Harus banget?" Tanya Mallory lagi.

"Itu permintaan ayah kamu, Mal. Pemberkatannya harus di gedung, indoor, inget kan?" Jawab Doyoung tanpa menoleh.

Mallory tidak menjawab lagi. Di tangannya, ada satu majalah yang sebenarnya menarik perhatiannya. Namun ia ragu untuk memperlihatkannya pada Doyoung karena tempat yang menarik perhatiannya bertentangan dengan keinginan sang ayah.

Menyadari Mallory yang mendadak diam, akhirnya Doyoung mendongak dan mengalihkan fokus sepenuhnya untuk Mallory.

"Kamu kenapa, hmm?"

Mallory menutup majalah di tangannya. "Mau outdoor, Doy." Jawab Mallory jujur sambil menatap Doyoung penuh harap.

Tangan Doyoung ikut menutup majalah di tangannya. Ia lalu berdiri untuk berpindah duduk dari hadapan Mallory menjadi ke sebelahnya. Sambil tersenyum tipis, Doyoung mengelus rambut sang kekasih.

"Ayah kamu kan bilangnya pemberkatannya aja yang di dalam gedung. Nanti kita bilang sama-sama ke ayah soal acara outdoornya, ya?" Saran Doyoung.

Mata Mallory langsung berbinar. Ia mengangguk antusias. "Makasih, Doyoung."

"Jangan bilang makasih. Yang nikah kan aku sama kamu, bukan aku aja. Kita siapin bareng-bareng, kita jalanin sama-sama."

Mallory mengangguk patuh sambil tersenyum lebar. Tidak sedetik pun ia merasa menyesal menerima lamaran Doyoung. Rasanya ia tidak bisa menunggu tiga bulan untuk memulai hidup bersama. Andaikan bisa diselenggarakan lebih cepat, pasti Mallory sudah melakukannya. Sayangnya Mallory tidak bisa, karena ayahnya masih harus melatih Doyoung perlahan untuk mengenal seluk-beluk perusahaan lebih dalam, mengingat laki-laki itu akan memegang perusahaan jika ia menikah dengan Mallory.

Doyoung tersenyum. "Nanti pulang temenin aku, mau?"

"Ngapain?"

"Bahan makanan di apart habis. Aku mau ke supermarket dulu di mall."

Mallory mengangguk mengerti. "Iya, nanti aku temenin."

"Ya udah, jam makan siangnya udah mau habis. Aku balik ke ruangan dulu, oke?" Balas Doyoung sambil berdiri.

Kepala Mallory mengangguk pelan. Ia dan Doyoung memang sedang berada di ruangannya untuk makan siang sambil melihat majalah-majalah yang baru dikirim oleh wedding organizer siang ini. Mallory menumpuk semua majalahnya menjadi satu di ujung meja tamunya, sengaja membiarkannya di sana untuk dibaca lagi lain waktu.

Setelahnya, Mallory berdiri. "Gih, sekretaris kamu nyariin atasannya."

Doyoung mengangguk. Kemudian ia menunduk untuk mengecup kening Mallory.

"Selamat kerja lagi. Jangan lupa mikirin aku."

Belum sempat protes, Doyoung segera keluar dari ruangan Mallory sambil melambaikan tangannya. Akhirnya Mallory hanya bisa tertawa karena godaan kekasihnya itu. Setelah pintu ditutup oleh Doyoung, Mallory melangkahkan kaki kembali ke meja kerjanya. Tiba-tiba, ponselnya yang terletak di atas meja berdering tepat setelah ia menyalakan komputer. Awalnya Mallory pikir itu adalah panggilan dari Doyoung, tetapi ternyata ia salah.

mallory [kim doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang