-Naya's pov-
"Senang bertemu denganmu Miss Aprilla," Paul mengajakku berjabat tangan.
Ya Tuhan aku ingin teriak sekarang. Bagaimana tidak, aku sedang berjabat tangan dengan kepala manager idolaku, One Direction.
"Kenapa kau sangat gugup Miss? Apakah aku terlihat menyeramkan?" tanya Paul dengan tatapan tanpa dosa.
"Tidak, aku hanya.. Aku biasa melihatmu ada di tv sedang menjaga One Direction, tapi sekarang kau disini sedang berjabat tangan denganku." Kalimatku dibalas dengan tawa renyah dari Paul.
"Mungkin, dalam beberapa hari ke depan kau akan melihat dirimu ada di tv sedang menemani One Direction Miss," kata Paul sambil membukakan pintu mobil untukku.
Aku mencerna kalimat Paul dengan baik, lalu mengulangnya dalam pikiranku. Kau akan melihat dirimu ada di tv sedang menemani One Direction.
Kau akan melihat dirimu ada di tv sedang menemani One Direction.
Kau akan melihat dirimu ada di tv sedang menemani One Direction.
Paul mengatakan itu kepadaku. Artinya....
Aku akan melihat diriku ada di tv sedang menemani One Direction??!!
"Paul, coba kau ulang apa yang kau katakan tadi" pintaku saat Paul baru saja duduk di kursi pengemudi mobil.
"Yang mana?" tanya Paul sambil mulai mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.
"Yang kau katakan tadiii,,"
"Mungkin, dalam beberapa hari kedepan kau akan melihat dirimu ada di tv sedang menemani One Direction, Miss,?" Paul mengulang kalimat itu dengan wajah bingung.
"Apa itu maksudnya? Apakah aku akan dapat tiket konser gratis darimu?" tanyaku polos.
Otakku kali ini tidak bisa bekerja dengan baik. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi ya Tuhan.
"Apakah Mr. Claffin tidak memberitahumu?"
"Soal apa?"
"Pekerjaan yang akan kau lakukan,"
"Ia hanya bilang aku akan menjadi asisten pribadi untuk lima orang laki-la--- Wh?!!" Aku menutup mulutku tidak percaya. Mataku membulat sempurna. Paul tertawa melihat tingkahku.
"Apakah aku akan menjadi asisten pribadi One Direction?!"
"Kau sudah menjadi asisten mereka Naya," Paul tersenyum ramah.
Aku masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Aku pasti bermimpi. Aku pasti bermimpi.
"Apa yang kau lakukan Naya?" tanya Paul sambil menahan tanganku yang mencubit cubit lenganku sendiri.
"Tolong katakan padaku kalau aku bermimpi. Aku tidak ingin lama-lama dalam dunia mimpi, karena saat aku bangun aku harus merelakan kejadian indah dan juga sadar bahwa ini hanya sebuah mimpi."
"Naya, kau tidak sedang bermimpi. Kau benar-benar bagian dari One Direction sekarang. Mr. Claffin mengatakan kau adalah yang terpilih kan? Sesungguhnya kalimatnya kurang lengkap. Ia harusnya mengatakan kalau kau adalah Directioners yang terpilih. Jadi, berhentilah mencubit dirimu sendiri karena kau tidak sedang bermimpi." Paul memegang kedua tanganku.
Ia berhasil meyakinkan kalau aku tidak bermimpi. Ah ya Tuhan. Aku tidak bisa menahan tangisku sekarang.
"Thank you Paul," dengan reflek aku memeluk erat lengan Paul. Ia mengacak rambutku gemas.

KAMU SEDANG MEMBACA
what if...?
Fanfiction[Completed] -- "What if... I call you that you're a Draiocht?" "What is that Niall?" "In Irish we say Draiocht for a magic!!" "Am i a magic for you?" "Yeah, everything about you is magic, Naya. Do you agree Harry?" "Yeah, I do Niall. But, we have...