chapter; 25

99 20 5
                                    

-Liam's pov-

"Nay, apa yang kau lakukan disini?" aku mengambil tempat di sebelah Naya yang sedang duduk sendirian di balkon hotel.

"Uhm, Liam?" Naya menoleh ke arahku. "Entahlah. Aku hanya merindukan mom dan Danish,"

"Ku rasa kau mulai merasakan the hardest part for being One Direction team," ku usap pundak Naya lembut. Aku tahu persis apa yang dirasakan Naya.

Homesick. Hanya satu kata, tapi sangat menempel erat pada seseorang yang merantau jauh dari rumah. Aku sendiri sudah hatam merasakan homesick. Sampai rasanya aku sudah terlalu asing dengan kata pulang.

Naya, ia belum terbiasa. Ini pengalaman pertamanya jauh dari rumah. Berpergian dari satu negara ke negara lainnya. Mungkin kelihatannya menyenangkan. Tapi kalau kau berpergian bukan dengan keluargamu itu rasanya berat kawan.

"Apakah kau sudah menelfon mereka?" tanyaku saat sadar mata hazel Naya mulai berkaca-kaca.

"Aku hanya sanggup chatting dengan mereka saja Liam. Aku tidak ingin menangis karena mendengar suara mereka.." air mata mulai berlinang menghujani pipi chubby Naya.

"Tapi kau malah menangis di hadapanku sekarang," aku terkekeh pelan seraya menghapus air mata Naya.

"Need a hug?" aku menawarkan sebuah pelukan pada Naya. Mungkin itu akan sedikit mengobati rasa sedihnya. Ia langsung memelukku erat.

"Thank you dad," Naya menangis pelan di bahuku. Namun semakin lama ia tangisnya semakin kencang.

"Shh Naya. Maafkan aku ya, karena aku dan The Boys sudah membuatmu jauh dari mom dan Danish," aku mengeratkan pelukanku padanya. Gadis itu semakin terisak. Tapi ia berusaha untuk mengontrol tangisannya.

"Aku tidak menyalahkanmu Liam. Terimakasih," ia melepaskan pelukannya.

"Sudah lebih baik?" tanyaku memastikan.

"Yeah, sedikit.." gadis itu berusaha tertawa dalam sedunya.

"Sudah jangan menangis lagi, besok kan kita mau berkemah. Tidak mungkin kau berkemah dengan mata sembab," aku berusaha mengganti topik untuk menghiburnya.

Naya mengangguk pelan. Ia sudah lebih baik dari sebelumnya. Sudah bisa tersenyum walau sedikit terpaksa. It's better than before.

Ya, besok kami akan berkemah di hutan perkemahan Swedia. Management memberikan kami day off yang bisa kami pakai untuk refreshing dan merelaksasikan diri. Kondisi Niall yang belum pulih sempurna juga membutuhkan istirahat lebih. Maka dari itu management dengan baik hati memberikan day off untuk kami.

"Liam," panggil Naya pelan.

"Iya? Ada apa Naya?"

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Naya ragu.

"Tentu saja boleh Naya. Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Uhm, apa yang akan kau lakukan kalau ada seorang gadis yang mencintaimu sejak lama tapi kau tidak menyadarinya sama sekali, lalu kau baru mengetahuinya karena hal yang tidak disengaja?" tanya Naya pelan. Ku lihat matanya menyemburatkan perasaan takut.

Aku mengerutkan alisku bingung. "Mungkin saja pada awalnya aku akan terkejut, tapi aku akan berusaha untuk tetap menghargai perasaannya.."

"Lalu, apakah kau akan berusaha untuk mencintainya juga?"

"Rasa cinta itu datang dengan tiba-tiba dan mengalir dengan sendirinya. Aku tidak bisa menjawabnya karena pertanyaan tentang cinta itu hanya bisa dijawab kalau kita benar-benar mengalaminya. Bukan hanya sekedar 'kalau ada gadis yang mencintaimu' karena itu hanya sebuah perumpamaan. Ah ya, waktu juga berperan penting dalam menjawabnya.." aku tersenyum menatap Naya yang seksama mendengarkanku.

what if...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang