⚠️ – panic attack, traumatic past events, harsh words & fighting.
I'm begging you, PLEASE read at your own risk!!~~~~~
-Naya's pov-
"Maaf nyonya, ananda Olivia Emma harus melakukan transplantasi jantung hari ini, atau paling lambat besok pagi. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi kondisi Olivia semakin melemah setiap saatnya. Saya sarankan untuk cepat mengambil keputusan sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Maafkan saya, tapi ini demi kebaikan putri anda."
"Apa aku sudah bisa melihat Olivia?" tanyaku cepat pada dokter Willes yang memang selalu menangani Olivia. Aku tidak ingin menanggapi kalimatnya.
"Ya tentu saja. Tapi dimohon untuk tidak membuat keributan karena kondisi Olivia masih belum stabil."
Aku langsung masuk ke ruangan Olivia. Aku menjatuhkan tubuhku yang tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan. Dengan cepat Liam dan Zayn menangkap tubuhku sebelum menyentuh ubin rumah sakit. Sedangkan Louis menggendong Archie agar tidak rewel. Aku memang menelfon Zayn sesaat setelah sampai rumah sakit karena mommy dan Danish tidak bisa dihubungi.
Mereka datang bertiga tanpa Harry dan Niall. Tapi aku yakin mereka juga memberitahu Harry dan pasti ia akan datang beberapa saat lagi. Kalau kalian bertanya dimana Niall, ia sudah terbang ke Mullingar tadi pagi. Ia benar-benar pergi meninggalkanku dan aku berusaha untuk tidak memikirkan soal itu sekarang.
Aku kembali menangis histeris untuk yang kesekian kalinya. Tidak peduli dengan tenggorokan yang dipenuhi rasa perih akibat menjerit-jerit.
"Nay, tenangkan dirimu" Liam menarikku ke dalam dekapannya. Mengusap lembut puncak kepalaku.
"Bagaimana aku bisa tenang dengan kondisi Olivia yang seperti itu?!!" aku memukul-mukul dada bidang milik Liam.
"Aku takut Olivia tidak akan bertahan hiks.."
"Olivia akan baik-baik saja Naya. Percaya padaku." Ucap Liam menenangkanku.
"Aku akan mengurus berkas operasinya. Kau tidak perlu pikirkan soal biaya. Itu biar jadi urusan kami," Zayn beranjak dari tempatnya. Aku menahan tangannya dengan cepat.
"Zayn, aku tidak---"
"Tidak ada penolakan Naya. Ini permintaan Harry. Lagipula kau tidak ingin hal buruk terjadi pada Olivia kan? Ini demi Olivia Naya.." Zayn melepas pegangan tanganku. Ia keluar dari ruangan Olivia sembari memainkan ponselnya yang aku yakin ia menchatting Harry.
"Mommy.." suara Olivia mulai terdengar. Aku segera bangun dan mendekat ke arahnya yang terbaring lemah di ranjang pasien.
"I'm here sweetie, I'm here.." aku mengambil tangan Olivia yang terbalut infus dan menciuminya lembut.
"Mom, kalau Oliv meninggal nanti Oliv mau dimakam di Holmes Chapel ya mom? Dekat rumah daddy," pintanya dengan tatapan memohon. Aku menggeleng kuat.
"Apa yang Oliv bicarakan huh? Oliv tidak akan akan kemana-mana sayang. Oliv akan terus disini dengan mommy.." air mataku luruh semakin deras. Tidak kuat mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut Olivia.
"Oliv nggak mau sama mommy kalau mommy sama uncle Niall. Oliv maunya mommy sama daddy Harry. Uncle Niall cocoknya jadi uncle Oliv aja mom.." sekarang Olivia malah merengek dengan nada hampir memaksa.
"Tapi mommy sayangnya sama uncle Niall Oliv,"
"Nggak! Mommy sayang uncle Niall hanya sebagai saudara mommy. Sama seperti Oliv dan Archie. Oliv bisa lihat dari mata mommy kalau mommy sayang dengan daddy Harry tapi mommy nggak mau ngaku"
KAMU SEDANG MEMBACA
what if...?
Fanfiction[Completed] -- "What if... I call you that you're a Draiocht?" "What is that Niall?" "In Irish we say Draiocht for a magic!!" "Am i a magic for you?" "Yeah, everything about you is magic, Naya. Do you agree Harry?" "Yeah, I do Niall. But, we have...