⚠️ – fighting, self harm, little bit of suicide attempt, & 18+.
I'm begging you, PLEASE read at your own risk!!~~~~~
Seraya mengeratkan coat yang digunakan, Naya mempercepat langkahnya. Jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukan hampir jam setengah 11 malam. Ia tidak ingin sampai rumah tengah malam walaupun ibu dan adiknya sedang tidak berada di rumah. Ia bukanlah seorang gadis tidak tahu diri yang keluar seenaknya jika ditinggal anggota keluarga.
Naya menghembuskan nafas lega saat sampai di blok rumahnya. Hanya butuh beberapa langkah lagi untuk sampai di rumahnya. Namun, ia tertegun sejenak saat melihat sesosok pria berambut curly menggunakan jaket hitam terduduk di teras rumahnya. Pria itu sedang memeluk lututnya sendiri dan menundukan kepalanya.
Naya segera menyadari siapa sosok pria itu. Ia hafal betul dari segi fisiknya. Ia bisa menyimpulkan dengan cepat tanpa harus berfikir keras.
"Harry?" panggil Naya seraya menepuk pundak si pria curly.
Pria itu mendongak lalu menatap si gadis dengan tatapan kosong. Matanya sedikit memerah dan juga sembab. Itu sangat jelas menandakan bahwa pria itu baru saja menangis.
"Kau tidak mungkin nyata Naya. Ini pasti hanya ilusiku saja." Ucap Harry parau.
Naya bisa mencium bau alkohol yang sangat menyeruak penciumannya saat ia mendekatkan diri pada Harry. Sudah bisa dipastikan juga kalau Harry habis meminum alkohol.
Ingin sekali rasanya mengusir pria di hadapannya ini. Namun melihat kondisinya yang seperti orang sekarat tanpa gairah hidup, Naya mengurungkan niatnya. Ia juga tidak melihat ada kendaraan yang terparkir di rumahnya. Itu berarti Harry kesini berjalan kaki atau naik transportasi umum. Ia tidak ingin semakin menyiksa pria itu dengan menyuruhnya pulang tengah malam seperti ini.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Naya dingin seraya mengambil tempat di sebelah Harry.
"Kau nyata?" tanya Harry sambil mengusap-usap matanya. Wajahnya menunjukan sedikit aura berbinar.
"Kau pikir aku hantu?"
Senyum Harry mengembang sempurna. Ia menatap Naya dengan tatapan haru. Dalam hati ia sangat bersyukur. Malam ini adalah malam keberuntungannya bisa kembali mengobrol dengan Naya. Walaupun Naya masih terlihat sedingin es di matanya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Tidak apa hehehe"
Tepat saat Harry terkekeh, setetes darah kembali keluar dari luka di sudut bibirnya. Harry yang sadar akan hal itu berusaha menahan ringisan akibat rasa perih yang ditimbulkan. Namun bukan Naya kalau tidak menyadari hal kecil yang mengganggu Harry. Dengan cepat tangannya menahan tangan Harry yang berusaha menutupi luka di sudut bibirnya.
"Ya Tuhan. Bibirmu robek Harry!!" pekik Naya panik. Tanpa basa-basi ia segera membuka pintu rumahnya dan menarik Harry masuk ke dalam.
Harry terkejut namun tetap diam saat gadis itu membawanya masuk dan mendudukannya di sofa dekat dapur. Naya, ia menepiskan seluruh rasa gengsi yang ia punya. Ia menyeduh segelas teh hangat untuk meredakan efek mabuk yang ditimbulkan oleh alkohol yang Harry minum. Walaupun ia tahu tehnya tidak akan terlalu berpengaruh.
"Kau bisa minum teh dulu selagi aku menyiapkan obat."
Harry mengangguk paham. Setelahnya, Naya langsung mengambil kotak P3K dan sebaskom air hangat. Yang ia pikirkan sekarang adalah ia harus mengobati luka Harry karena kalau dibiarkan bisa mengakibatkan infeksi.

KAMU SEDANG MEMBACA
what if...?
Fanfic[Completed] -- "What if... I call you that you're a Draiocht?" "What is that Niall?" "In Irish we say Draiocht for a magic!!" "Am i a magic for you?" "Yeah, everything about you is magic, Naya. Do you agree Harry?" "Yeah, I do Niall. But, we have...